Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Senin, 25 Mei 2009

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEDESAAN MELALUI PENGELOLAAN EKOWISATA

Turasih (I34070004)

Abstrak

Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani dan menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian tersebut. Namun sangat ironis jika realita yang ada menunjukkan bahwa kehidupan mereka masih di bawah garis sejahtera. Hal ini disebabkan masih kurang optimalnya pemanfaatan sumberdaya yang mereka miliki. Selama ini penduduk desa hanya terfokus pada kegiatan pertanian. Padahal alam yang tersedia di pedesaan menawarkan keuntungan ekonomis yang tinggi untuk mendukung kesejahteraan hidup mereka. Meskipun begitu, pemanfaatan ini tidak boleh menggeser keseimbangan lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan sebuah pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Artinya pembangunan dilaksanakan tidak hanya berorientasi untuk masa sekarang tetapi juga masa yang akan datang. Pembangunan ini harus berbasis pada pelestarian lingkungan. Untuk memberdayakan masyarakat pedesaan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang berbasis pada pelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan pengelolaan wisata alam (ekowisata). Pengelolaan wisata alam ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan ekowisata ini baik dari pemerintah maupun swasta harus mampu mengutamakan peran masyarakat lokal mulai dari perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan hasil keputusan untuk mengelola ekowisata tersebut dengan baik.

Key words: masyarakat pedesaan, ekowisata, pemberdayaan, pembangunan berkelanjutan.

BAB I

PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang Masalah

Indonesia sampai saat ini masih dikatakan sebagai negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Selain itu, Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi berupa sumberdaya alam yang berlimpah baik di darat, laut, maupun udara. Salah satu sumberdaya tersebut adalah pedesaan. Pedesaan mempunyai sumberdaya yang bisa mendukung kelangsungan hidup masyarakatnya. Alam pedesaan yang masih tergolong alami dan asri, kehidupan masyarakatnya yang masih sarat dengan budaya yang khas adalah sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan tentu saja harus dilestarikan. Harus ada suatu strategi yang diciptakan guna memberdayakan masyarakat pedesaan melalui pemanfaatan lingkungan sekitarnya serta kebudayaan mereka.


Kondisi petani yang ada di Indonesia mayoritas belum sejahtera. Problematika pedesaan menjadi kompleks karena petani menggantungkan kehidupannya dari pertanian. Pengelolaan ekowisata merupakan salah satu strategi pemberdayaan masyarakat pedesaan yang relevan dengan kondisi lingkungan yang tersedia. Dengan menciptakan suatu wilayah pedesaan sebagai daerah wisata alam (ekowisata) yang menarik bagi pengunjungnya, maka penduduk desa tersebut akan diuntungkan karena pendapatan mereka bertambah. Ini berarti secara ekonomi kondisi mereka menjadi lebih baik. Selain itu potensi masyarakat pedesaan yang berkaitan dengan kebudayaan dapat semakin ditingkatkan. Setiap daerah mempunyai kebuadayaan yang unik, berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Ini akan memicu wisatawan tertarik untuk mengunjungi daerah tersebut. Hal ini akan membuat akses terhadap kehidupan di luar pedesaan semakin terbuka.


Masyarakat di pedesaan harus diberdayakan dengan suatu strategi yang mampu mengantarkan mereka pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Strategi itu tentu saja harus didukung dengan sumberdaya yang tepat sesuai dengan apa yang bisa dimanfaatkan di pedesan. Strategi ini harus sesuai karena kenyataan yang ada sekarang adalah mereka menggantugkan diri dari pertanian. Selain itu, seperti diungkapkan oleh Tjondronegoro (1998:28) bahwa masyarakat desa cenderung mempuyai hubungan ketergantungan terhadap kota karena mobilitas ekonomi uang menyebar dari kota[1]. Sektor pertanian semakin tertekan oleh sektor lainnya karena peningkatan populasi penduduk cepat, sehingga tenaga kerja semakin banyak dan mereka berurbanisasi ke kota. Suatu pemikiran untuk sebuah solusi dari permasalahan di desa yang kompleks adalah dengan memberdayakan masyarakatnya sesuai dengan potensi alam pedesaan. Strategi ini dapat direalisasikan melalui pengelolaan wisata alam atau ekowisata.

Pengelolaan yang baik terhadap pariwisata yang dalam hal ini adalah wisata alam akan memberikan keuntungan bagi masyarakat pedesaan. Pendit (2006:145) memberikan definisi[2] ekowisata yang dihubungkan langsung dengan keberadaan masyarakat. Definisi tersebut telah mencakup pemberdayaan masyarakat setempat dimana ekowisata dikembangkan dan dikelola. Kegiatan ini melibatkan masyarakat lokal secara langsung dalam proses sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan dari proses yang dimaksud. Dihubungkan dengan pemberdayaan masyarakat, fungsi ekowisata sebagai faktor penunjang pemberdayaan masyarakat pedesaan sangat penting. Dengan dibangunnya ‘community-based tourism’ akan memberikan pengaruh dinamika sosial yang cukup kuat bagi kelompok masyarakat tersebut. Pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui dan pengelolaan ekowisata ini dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai dampak seperti semakin terbukanya kesempatan masyarakat setempat terhadap akses umum seperti air bersih, jalan yang semakin baik, serta klinik kesehatan merupakan hasil dari pemberdayaan yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan. Selain itu dengan pengembangan dan pengelolaan ekowisata , kebudayaan asli penduduk setempat terus dilestarikan.

1.2. Perumusan Masalah

  1. Sumberdaya apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan

masyarakat pedesaan dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka?

  1. Bagaimana pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani?
  2. Apakah sektor ekowisata mampu menjadi solusi peningkatan taraf

kesejahteraan masyarakat pedesaan?

  1. Bagaimanakah strategi pengembangan dan pengelolaan ekowisata yang

efektif sebagai suatu cara untuk memberdayakan masyarakat pedesaan?

1.3.Tujuan

Tulisan ilmiah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menggali pengetahuan mengenai potensi sumberdaya manusia serta sumberdaya alam di pedesaan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya.

2. Sebagai bahan studi baik bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.

3. Untuk melihat sejauh mana korelasi antara potensi sumberdaya yang ada di pedesaan untuk memberdayakan masyarakatnya menuju arah sejahtera.

4. Tujuan khusus dari penulisan ini adalah menghasilkan sebuah naskah tentang pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui pengelolaan ekowisata.

1.4. Manfaat

Manfaat dari tulisan ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang korelasi antara pengelolaan ekowisata dengan pemberdayaan masyarakat pedesaan menuju kesejahteraan. Selain itu memberikan pengetahuan tentang berbagai potensi yang terdapat di pedesaan sebagai suatu aset penting yang dapat dikelola dan dimanfaatkan.

BAB II

SUMBERDAYA YANG TERDAPAT DI PEDESAAN

2.1. Sumberdaya Manusia

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Mereka membutuhkan bantuan dari sesama manusia serta tergantung juga pada lingkungannya. Begitu pula manusia yang tinggal di pedesaan. Mereka tinggal dan saling bekerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Hampir di seluruh dunia penduduk pedesaan kurang menikmati kemakmuran dibanding dengan daerah perkotaan, dan walaupun penduduk pedesaan mempunyai kegiatan di sektor pertanian, kekurangan pangan dan kemiskinan merundung warga pedesaan (Tjondronegoro, 1998:10). Umumnya kita mempunyai bayangan tentang daerah sebagai wilayah yang terdiri dari pusat-pusat pemukiman (desa) yang didiami oleh petani-petani.

Mendekati masyarakat desa dengan perkataan lain membutuhkan pengertian terhadap pola antar-hubungan. Masyarakat desa bukan lagi satu kesatuan hidup bersama yang terpadu dan utuh dalam kenyataan terdapat lapisan dan “communities yang lebih kecil dan dipengaruhi oleh berbagai elit desa, baik yang formal maupun tidak formal (Tjondronegoro, 1998: 33). Berkurangnya kesempatan kerja didaerah pedesaan mendorong buruh tani dan petani kecil mencari pekerjaan di kota dan disini timbullah “sektor informal” yang cepat meluas. Sektor ini mencakup buruh tanpa keahlian yang diberi upah harian atau borongan. Sektor ini mencakup juga banyak jenis pekerjaan tidak langsung dapat digolongkan dalam sumber penghasilan yang terhormat, kota mempunyai potensi untuk menciptakan berbagai jenis kesempatan kerja seperti percaloan bis, truck, kendaraan umum lain, pengumpulan sampah puntung rokok, pengumpulan sampah plastik dan sebagainya.[3]

2.2. Sumberdaya Alam

Pada dasarnya sumberdaya alam digolongkan menjadi sumberdaya alami dan buatan. Sumberdaya alam alami yang terdapat di pedesaan antara lain sungai, hutan dan pegunungan, fenomena alam seperti danau, dan berbagai tempat yang unik, serta berbagai daerah yang masih liar dan belum terjamah. Sumberdaya alam buatan yang terdapat di pedesaan antara lain adalah lahan pertanian seperti sawah, ladang, dan perkebunan. Fakta memperlihatkan bahwa sumberdaya alam yang terdapat di pedesaan sangat berlimpah dan tentu dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup penduduk setempat.

Selain apa yang telah disebutkan, sumberdaya alam juga termasuk flora dan fauna yang terdapat di pedesaan. Tentu saja berbagai tumbuhan dan hewan terdapat di lingkungan yang masih asri. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk dijadikan salah satu objek wisata alam (ekowisata) yang selain membantu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat juga dapat mempertahankan kelestarian lingkungan. Tidak dipungkiri bahwa saat ini masalah lingkungan merupakan isu sentral yang selalu dibicarakan. Oleh karena itu ekowisata diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengelola sumberdaya alam supaya alam memiliki kemampuan meregenerasi dengan sendirinya.

Menurut Philip Kristianto (2000:43) dalam Dwi Susilo (2008:69), jika jumlah populasi manusia meningkat, dengan sendirinya akan diikuti dengan meningkatnya konsumsi sumberdaya alam (SDA). Agar batas daya dukung tidak terlampaui, maka diupayakan agar laju konsumsi sumberdaya dan pencemaran menurun relatif terhadap kualitas lingkungan hidup.Penduduk pedesaan merupakan konsumen lingkungan hidup yang ada di sekitar mereka baik untuk tempat tinggal maupun tempat bekerja sebagai petani. Dengan pengelolaan ekowisata dari lingkungan yang mereka diami, akan dihasilkan keseimbangan dari pemanfaatan sumberdaya alam serta pelestariannya.


BAB III

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BAGI MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MEMANFAATKAN SUMBERDAYA ALAM

Alam menyediakan sumberdaya yang diperlukan oleh masyarakat pedesaan. Namun kadang sifat rakus manusia menyebabkan mereka mengeksploitasi alam secara berlebihan tanpa memperhatikan kelestariannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa realitas sosial tidak bisa lepas dari realitas ekologi. Keduanya saling berpengaruh. Misalnya dalam sektor ekonomi, pada kenyataannya rancangan pembangunan ekonomi biasanya terlibat dalam bergesernya keseimbangan lingkungan. Biasanya untuk memperoleh pendapatan yang besar, lingkungan menjadi korban. Menurut Dwi Susilo (2008:184), upaya perbaikan lingkungan harus diawali dari keinginan bersama yang masuk dalam sistem secara terintegrasi dan secara komprehensif.

Berhubungan dengan pembangunan dengan pemanfaatan sumberdaya alam dan pemberdayaan masyarakat pedesaan, maka membicarakan konsep pembangunan berkelanjutan adalah penting. “Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai sejenis pembangunan yang di satu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumberdaya manusia secara optimal, dan di lain pihak serta saat yang sama memelihara keseimbangan optimal antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber-sumber tersebut.” Ignas Kleden (1992: 250) dalam Dwi Susilo (2008: 187-188).

Masyarakat yang berkelanjutan tidak hanya memikirkan kehidupan yang sekerang saja tapi lebih penting mempertimbangkan kehidupan bagi generasi selanjutnya. Pembangunan berkelanjutan harus menggunakan cara berpikir lintas generasi. Hal ini berkaitan dengan semakin baik kualitas lingkungan maka semakin baik pula kualitas kehidupan. Perolehan target ekonomi tidak boleh mengorbankan nasib lingkungan di masa depan. Inilah mengapa ekowisata dipilih sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan. Ekowisata sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang berada di sekitar tempaat tinggal masyarakat, termasuk lahan pertaniannya. Selain itu jika dihubungkan dengan pembangunan berkelanjutan, ekowisata merupakan strategi yang sesuai. Karena ekowisata tidak lepas dari dimensi-dimensi[4] pembangunan berkelanjutan yaitu biosfer (keberlanjutan ekologis), bentuk masyarakat (pengembangan sosial), dan mode produksi (pengembangan ekonomi).

Sejauh ini mayoritas petani yang tinggal di pedesaan masih terbatas dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Mereka memanfaatkannya untuk lahan pertanian dan hasilnya pun tidak selalu menjanjikan. Oleh karena itu dengan pembangunan berkelanjutan yang berbasis lingkungan ini, masyarakat pedesaan diharapkan dapat lebih memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekelilingnya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup mereka. Mereka tidak perlu meninggalkan pertanian dan berurbanisasi ke kota, namun dengan tetap mempertahankan pertanian dan menjadikan lingkungan mereka lebih indah melalui pengelolaan ekowisata. Pertanian mereka akan menjadi basis sumberdaya yang menarik bagi wisatawan.

BAB IV

EKOWISATA SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN

4.1. Pariwisata dan Ekowisata

“Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang kompleks, ia juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajian dan cenderamata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri” (Wahab dalam Pendit, 2006:32). Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap kemajuan-kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan-pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan raya, pengangkutan setempat, program-program kesehatan lingkungan dan sebagainya, yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan daerah wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar.[5] Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara yang telah berkembang atau maju ekonominya, dimana pada gilirannya industri pariwisata merupakan suatu kenyataan di tengah-tengah industri lainnya.[6]

Keuntungan pariwisata menurut Drs. Happy Marpaung, SH, MH, (2000) adalah:

  1. Pariwisata memberikan devisa yang besar yang dihasilkan oleh pembelanjaan yang besar oleh para wisatawan.
  2. Pariwisata memerlukan karyawan untuk industri privat mereka.Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal. Sebenarnya yang membedakannya dari wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal.[7] Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat Ekowisata Internasional mengartikannya sebagia perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the environment and improves the well-being of lokal people) (TIES,2000).[8]

Konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata menurut From (2004)[9] adalah sebagai berikut: pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan wisata alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan wisata itu. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Sedangkan beberapa prinsip ekowisata menurut TIES (2000)[10] adalah:

a) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.

b) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya.

c) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW.[11]

d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.

e) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.

4.2. Keterlibatan Masyarakat Setempat dalam Pengelolaan Ekowisata

Sebagai sebuah bentuk wisata yang bisa dikatakan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, maka peran masyarkat lokal sangat dominan. Masyarakat setempat tentu saja mempunyai sikap yang berbeda-beda jika ada wisatawan datang ke desanya. Oleh Karena itu diperlukan kesamaan sikap dan tujuan yakni menerima kedatangan wisatawan dengan baik. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan pendidikan dan pembinaan untuk berwiraswasta dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada tanpa merusak lingkungan. Dengan cara seperti ini,masyarakat bisa mempunyai pandangan baik terhadap wisatawan. Karena wisatawan ini nantinya adalah pihak yang akan memberikan keuntungan secara ekonomis dari pembelanjaan mereka.

Masyarakat setempat merupakan pemain utama dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata ini. Mereka yang nantinya akan menyuguhkan atraksi dan menentukan kualitas produk wisata. Mereka adalah pemilik dari produk wisata yang dikonsumsi oleh wisatawan. Peran mereka yang paling tampak adalah pada penyediaan akomodasi dan pemanduan wisatawan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan wisata ini akan menyerap banyak tenaga kerja. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat partisipasi masyarakat setempat adalah keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan, menjalankan hasil keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan tersebut.

BAB V

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EKOWISATA

Di tingkat global pertumbuhan pasar ekowisata tercatat jauh lebih tinggi dari pasar wisata secara keseluruhan. Berdasarkan analisis TIES (2000) pertumbuhan pasar ekowisata berkisar antara 10-30 persen per tahun sedangkan pertumbuhan wisatawan secara keseluruhan hanya 4 persen.[12] Kondisi ini mengindikasikan bahwa ekowisata mempunyai prospek yang bagus untuk dijadikan sebagai suatu strategi untuk memberdayakan masyarakat pedesaan. Hal ini didukung oleh orientasi ekowisata yang tidak hanya menjaga kondisi lingkungan supaya tetap seimbang, tetapi juga orientasi ekonomi. Masyarakat akan memperoleh pendapatan dari pengelolaan ekowisata tersebut.

Strategi yang dikembangkan untuk mengembangkan dan mengelola ekowisata harus berawal dari perencanaan. Perencanaan melibatkan masyarakat lokal yang dalam hal ini adalah masyarakat pedesaan. Selain itu bekerja sama dengan pengelola taman nasional, industri dan organisasi pariwisata, Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, Departemen Pariwisata, Badan Konservasi Sumberdaya Alam, lembaga riset atau perguruan tinggi, dan sebagainya.[13]

Selain melakukan kerjasama dengan berbagai pihak yang ada, perlu juga diadakan workshop bagi masyarakat setempat. Workshop ini merupakan media diskusi yang efektif yang memfasilitasi setiap pihak untuk bertukar pikiran. Strategi yang dipilih untuk menyusun rencana harus difokuskan pada tujuan utama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, tahap-tahap[14] yang perlu ditempuh oleh pihak yang menggerakkan (pemerintah maupun swasta) yaitu: pertama, memahami tentang masyarakat pedesaan. Kedua, harus mampu mendorong partisipasi masyarakat untuk dapat mengelola. Ketiga membentuk kelompok pemangku kepentingan lokal yang akan terlibat intensif dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata. Keempat, memadukan manfaat keuntungan dengan kegiatan konservasi secara langsung. Kelima, harus bisa memastikan bahwa keuntungan itu akan dinikmati oleh masyarakat setempat baik secara perorangan maupun kolektif. Keenam, dengan memperhatikan aspek gender, pastikan bahwa pemimpin informal dan formal masyarakat terlibat di dalam perencanaan. Ketujuh, mengajak organisasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui aktivitas ekonomi. Kedelapan, pengembang harus memahami struktur otoritas lokal yang mayoritas adalah petani. Kesembilan, Terus melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkelanjutan.

BAB VI

KESIMPULAN

Masyarakat pedesaan sebagaimana mayoritas yang kita ketahui adalah mereka yang mendiami suatu wilayah yang disebut desa. Pada umunya matapencaharian mereka adalah bertani. Namun , ironisnya kehidupan mereka masih jauh dari sejahtera. Untuk mengatasi hal ini dihadirkan sebuah solusi yang dirasa dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat pedesaan tersebut. Cara yang bisa dikembangkan adalah dengan pengolaan wisata alam (ekowisata) dengan memberdayakan masyarakat setempat. Cara ini selain mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga untuk mencegah bergesernya keseimbangan lingkungan pedesaan yang masih alami.

Pengembangan ekowisata ini dapat dilakukan dengan suatu strategi yakni mengoptimalkan peran masyarakat setempat mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan keputusan yang telah disepakati oleh masyarakat setempat. Selain itu pengembang (pemerintah, swasta) harus benar-benar memperhatikan keberadaan otoritas masyarakat setempat sebagai pemilik proyek ekowisata.


DAFTAR PUSTAKA

Damanik Janianton, Helmut F. Weber 2006, Perencanaan Ekowisata Dari Teori Ke Aplikasi, Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM & Penerbit Andi: Yogyakarta.

Marpaung, Happy 2000, Pengetahuan Kepariwisataan, Alfabeta: Bandung.

Pendit, S. Nyoman 2006, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, PT Pradnya Paramita: Jakarta.

Tjondronegoro, Sediono M.P. 1998, Keping-Keping Sosiologi Dari Pedesaan, Depdikbud: Jakarta.

Wumbu, Indra B. et al 1994, Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Di Daerah Sulawesi Tengah, Depdikbud: Jakarta.




[1] Sediono M.P. Tjondronegoro mengungkapkan dalam bukunya Keping-Keping Sosiologi Dari pedesaan bahwa hubungan daerah pedesaan dan perkotaan pada umumnya bertambah erat dengan cepat walaupun ada desa-desa yang letaknya terpencil. Hubungannya tidak semata-mata ditentukan oleh jarak, namun dipengaruhi oleh kebututuhan daerah pedesaan yang berorientasi pada kota. Hubungan-hubungan tersebut bisa tersalur melalui perdagangan (pemasaran hasil pertanian), pendidikan, penawaran tenaga kerja, merantau, dan juga melalui media massa.

[2] Eco-tourism, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata, juga –pariwisata atau wisata-ekologi (pariwisata ekologi) , menurut Hecktor Ceballos-Lascurain, terdiri atas wisata ke atau mengunjungi kawasan alamiah yang relatif tak terganggu, dengan niat betul-betul objektif untuk melihat, mempelajari, mengagumi wajah keindahan alam, flora, fauna, termasuk aspek yang mungkin terdapat di kawasan tersebut.aspek budaya baik di masa lampau maupun sekarang.

[3] Sediono M.P. Tjondronegoro, Keping-Keping Sosiologi Dari Pedesaan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1998, hlm.97.

[4] 3 dimensi pembangunan berkelanjutan ini diungkapkan oleh Burger (1998:48) dalam M. Baiquni dalam Wacana , Edisi 12 Tahun III, 2002, yang disampaikan kembali oleh Rachmad K. Dwi Susilo dalam bukunya Sosiologi Lingkungan.

[5] Nyoman S. Pendit, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hlm.33.

[6] Ibid

[7] Janianton Damanik & Helmut F.Weber, Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM dan Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006, hlm.37. Dalam perencanaan pengembangan pariwisata di berbagai daerah sering muncul berbagai hambatan atau kekuranga teknis maupun non-teknis.

[8] Ibid. hlm.37.

[9] Dalam Janianton Damanik & Helmut F.Weber (2006), Ibid.

[10] Loc. cit. hlm. 39-40.

[11] ODTW: Obyek Daerah Tujuan Wisata.

[12] Janianton Damanik & Helmut F.Weber, Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM dan Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006, hlm.43.

[13] Boo (1993:25) dalam ibid. hlm. 93.

[14] Janianton Damanik & Helmut F. Weber mengungkapkan tahap-tahap yang perlu ditempuh oleh pihak pengembang dengan mengutamakan pelibatan masyarakat setempat. Konsep ini diadaptasi oleh penulis untuk diterapkan dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata bagi peningkatan masyarakat pedesaan dengan sedikit perubahan dari konsep aslinya.

Tidak ada komentar: