Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Minggu, 28 Desember 2008

Abad Prahara Ramalan kehancuran Ekonomi Dunia Abad Ke-21 (Resensi Buku Untuk TechnoMagz Edisi II, Bagian 2)

Judul : Abad Prahara
Ramalan kehancuran Ekonomi Dunia Abad Ke-21
Penulis : Alan Greenspan
Penerjemah : Tome Beka
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2008
Halaman : 555 + xxviii
Harga : Rp 100.000,-

Pada bulan Oktober 2008, dunia digegerkan dengan isu krisis keuangan global. Ternyata hal tersebut bukanlah sekedar isu isapan jempol. Perusahaan
Keuangan Amerika bangkrut karena investasi mereka tidak mampu
menghasilkan hasil yang kompetitif seperti yang dijanjikan. Sebagai negara adikuasa, keadaan negara yang seperti itu berpengaruh pada kondisi ekonomi dunia. Resesi ekonomi sebesar itu belum pernah terjadi dalam sejarah Amerika. Seperti yang terungkap dalam buku ini, sebuah otobiografi Alan Greenspan. Di dalamnya dibahas tentang sepak terjang penulis selama masih menduduki jabatannya sebagai ketua Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika periode 1987-2006. Ia telah memandu ekonomi melewati era kekacauan menuju tingkat pertumbuhan yang luar biasa. Di bawah pengawasannya, ekonomi Amerika Serikat hanya mengalami dua resesi singkat. Greenspan layak dinobatkan sebagai pejabat publik yang sukses.
Buku ini cocok sebagai sebuah referensi bagi siapa saja yang ingin mengetahui bagaimana sosok Alan Greenspan dalam menuntun arah ekonomi Amerika Serikat. Serta sebagai sebuah bacaan yang cocok bagi kalangan ekonom, akademisi, dan siapa pun yang ingin mengetahui tentang ekonomi Amerika Serikat dan mengapa sangat mempengaruhi perekonomian dunia. Selamat membaca!

CHAMP!ON 101 Tip Motivasi & Inspirasi SUKSES Menjadi Juara Sejati (Resensi Buku untuk TechnoMagz Edisi II, Bagian I)

Judul : CHAMP!ON

101 Tip Motivasi & Inspirasi SUKSES Menjadi Juara Sejati

Penulis : Darmadi Darmawangsa

Penerbit : PT Elex Media Komputindo

Terbit : Agustus 2008 (Cetakan ke-6)

Halaman : 336 + xxiii

Harga : Rp 99.800,-

Hidup laksana sebuah arena pertandingan. Siapa mampu bersaing maka dialah yang akan menjadi juaranya. Setiap manusia pastinya ingin memperoleh kesuksesan dalam hidupnya. Namun rasa lelah, mudah mengeluh, putus asa, dan menyerah begitu saja kadangkala menjadi penghambat seseorang untuk menjadi sukses dan muncul sebagai pemenang. Manusia membutuhkan motivasi untuk dapat memompa semangatnya menuju kesuksesan itu. Sebenarnya motivasi itu tidak perlu jauh-jauh dicari karena banyak peristiwa di sekitar kita sebenarnya mampu dijadikan sebuah pelajaran untuk terus berusaha.

Buku yang ditulis oleh Darmadi Darmawangsa, seorang motivational speaker ini, di dalamnya bisa ditemukan kisah-kisah yang sarat dengan pelajaran dan motivasi. Penulis berusaha menuntun pembaca untuk memperoleh semangat dan selalu berpikir untuk menjadi pemenang. Champ!on menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. Isinya yang berupa inspired story, refleksi diri, teguran, serta cara berpikir mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan memberikan cara perenungan tersendiri bagi pembaca. Ada 101 pelajaran untuk menjadi seorang juara yang dapat diperoleh dari buku tersebut. Selain itu pembaca juga dapat menuliskan apa yang ada dipikirannya dalam beberapa bab yang menyuguhkan latihan. Buku ini dilengkapi dengan CD yang menjelaskan tentang isi buku juga motivasi langsung dari penulisnya.

Buku ini tepat bagi siapa saja yang merindukan pencapaian kesuksesan yang besar. Cocok bagi siapa pun yang ingin menjadi juara dan ingin mendapat motivasi untuk mendukung pencapaiannya itu. Kesuksesan sudah selayaknya kita dapatkan, karena setiap orang dilahirkan untuk menjadi juara. Maka beranilah bermimpi, karena mimpi menuntun pada pikiran dan pikiran menuntun pada perbuatan. Selamat menjadi pemenang!

Kamis, 11 Desember 2008

Makna Kehadiran

Dirimu adalah salah satu bagian dari kenangan terindah dalam hidupku. Mengenalmu, menyukaimu, menyayangimu, mencintaimu, membencimu, bahkan berusaha melupakanmu adalah takdir Tuhan dan kesempatan yang aku (dan kamu) ciptakan. Maksudku pernah kita ciptakan. Aku pernah begitu ingin mengenalmu, mendekatimu dengan bahasa hati, membuatku merasakan rindu yang bergelegak seperti air seratus derajat celcius. Aku pernah merasa ingin memilikimu, dengan segenap keyakinan akan kebenaran rasa. Demikian, hingga aku mengerti bahwa semua itu tercipta sebagai sebuah proses. Dan sekarang, ketika kau telah berbeda haluan denganku. Setelah tak ada lagi kesempatan untuk mencipta kesempatan meski dengan begitu halus, aku berdoa semoga simpul dalam hati kita masing-masing telah kuat dengan apa yang kita pilih. Sehingga meski aku hanya bisa memilikimu dalam rasa, namun tetap ada yang terikat dalam hati kita. Makna kehadiran yang telah lalu dan telah berlalu. Tapi akan selalu ada dan berada pada tempatnya. Di ruang yang tepat, dengan bahasa yang telah diniat, hingga rasa tak membuat kita sesat.

KONTEMPLASI TAK SENGAJA

Suatu hari di Mushola GMSK

Rasanya sudah begitu lama aku tak terpekur di dalam mushola untuk menunggu tibanya waktu sholat. Hari ini aku berada di sebuah mushola, untuk menunggu praktikum dimulai pukul 15.30 WIB nanti. Aku duduk di mushola sambil membaca dan sesekali menyahuti pertanyaan temanku. Ada beberapa orang yang sudah berada di sini, berkutat dengan pikirannya masing-masing. Aku sendiri merasa begitu tenang walaupun mushola ini tak mewah. Mungkin karena intensitas kedatanganku ke mushola dengan sengaja untuk menunggu waktu sholat sudah bisa dihitung dengan jari. Jadi bagiku, sore ini merupakan waktu yang begitu luar biasa. Ya kerana memang beda dari biasanya. Di balik hijab sana aku dengar beberapa orang membaca Al-Qur’an. Begitu hidmat kudengar alunannya yang senada. Menentramkan hati, membuat kesejukan di telinga ini. Ya Allah, rasanya begitu lama aku telah jauh. Begitu lama kau merasa nyaman dengan apa yang kujalani. Namun sesungguhnya, ketenangan adalah ketika aku mengingat-Mu.

Ke Mana Pergimu Siang Itu?

Aku tak melihatmu siang itu

Siang di tengah guyuran hujan

Yang masih bersahabat dengan sang mentari

Aku tak melihatmu siang itu

Padahal biasanya kau telah ada

Sebelum aku datang ke tempat itu

Tempat di mana kau biasa berdiri bersamaku

Tempat yang tak pernah membedakan

Apa dan bagaimana keadaan kita

Kita bisa tetawa bersama

Sampai perut kaku

Kita juga bisa menangis

Sampai akhirnya tersenyum kembali

Tapi aku tak melihatmu siang itu

Ke mana pergimu?

Apa kau lupa bahwa hadirmu kunanti siang itu?

Kau selalu berjanji untuk datang

Namun kurasa kau telah lupa akan janjimu

Biasanya kau berdiri di tempat ini

Tempat kau jejakkan kaki

Saat ada rasa sesak begelayut di hatimu

Saat ada kebimbangan

Menghantui ruang jiwamu yang tak bisa kusebut kosong

Saat ada keraguan menari-nari dipelupuk matamu

Tapi kau tak ada siang itu

Apa berarti kau sedang bahagia?

Padahal bukan itu saja

Saat kau bahagia pun kau bagi denganku

Di saat siang yang berhari sama seperti siang itu

Tapi kau tak membagi kebahagianmu untukku

Apa kau lupa akan janjimu untuk menemuiku?

Lalu ke mana pergimu siang itu?

Jika Kau Memberi, Gunakan Hatimu


Suatu hari saat pulang kuliah, aku berjalan menyusuri jalanan yang tak bisa kusebut sebagai jalan raya. Ya sekitar setengah ukuran dari jalan raya yang sebenarnya. Beberapa angkot saling menyalib secara berlahan,membuatku harus benar-benar berjalan di pinggir dekat got-got yang tak terputus. Mengapa angkot-angkot itu tak mau mengalah sedikit saja? Apa karena kehidupan jalan penuh persaingan? Aku singgah sebentar menyambangi gerobak yang selalu mangkal di pinggir jalan setiap habis ashar. Gerobak nasi kuning yang kata temanku rasanya terenak di dunia. Aku mendekati setuju kana pernyataannya, walaupun cenderung terlalu hiperbolis. Tapi nasi kuningnya emang enak, murah, pokoknya kocek mahasiswa banget dah!!

Saat sedang menunggu ibu penjual membungkuskan pesananku berupa nasi kuning dan konco-konconya (lauknya geto), ada seorang ibu yang berumur sekitar 45 tahunan mendekatiku. Pakaiannya tak cukup pantas untuk kubilang lusuh, dia menenteng kresek hitam. Lalu saat itu, dia menadahkan tangan padaku. Aku diam, kemudian ibu tersebut bilang “Neng, minta sumbangan Neng” tapi kau tetap saja tak bergeming dari posisiku. Aku tak tergerak untuk mengulurkan tanganku. Sampai akhirnya ibu itu pergi, tanpa pemberian dariku atau pun orang-orang yang sedang ada bersamaku di dekat gerobak itu.

Setelah pesananku siap, aku membayarnya dengan tiga lembar uang ribuan yang aku taruh di anakan tasku. Lalu aku lanjutkan berjalan, tetap mepet dengan got-got bau itu. Sekitar 10 meter kakiku melangkah, aku kembali bertemu dengn ibu yang meminta-minta tadi. Hal yang sama sedang dia lakukan di depan sebuah tempat bimbel. Kuamati sebentar, tetap saja, orang-orang yang berada di sana juga sama sekali tak tergerak untuk mengulurkan tangan walau sekedarnya. Sama seperti apa yang kulakukan. Aku hanya mengamati sampai di situ dan aku kembali berjalan menuju rumah kontarakanku. Di perjalanan setelah itu, aku jadi berpikir tentang apa yang tadi aku lakukan terhadap ibu itu. Sesungguhny akau tak melakukan apa-apa. Bahkan aku empatiku mati rasa oleh pikiran bahwa pakaian ibu itu tak lusuh. Tak pantas untuk meminta-minta. Padahal keadaan orang lain siapa tahu? Harusnya kau ingat bahwa tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tapi samasekali nuraniku tak tergerak. Pikiranku tertutupi oleh stereotype bahwa mereka yang meminta-minta tak selamanya benra-benar membutuhkan. Harusnya aku menggunakan hatiku agar aku mampu erempati. Seandainya kau yang berada di posisi ibu itu. Mungkin sebenarnya dia malu untuk meminta-minta, tapi keadaan mendesaknya. Harusnya aku bisa memberikan sebagian rejeki yang aku miliki, seandainya tadi aku menggunakan hatiku, bukan pikiranku semata.

Jumat, 28 November 2008

Aku Mencintaimu Dalam Bisu

Aku mencintaimu dalam bisu

Karena kata tak lagi bermakna

Aku mencintaimu dalam bisu

Karena makna tak lagi berarti

Aku mencintaimu dalam bisu

Karena arti kucari dari kebisuan itu

Aku mencintaimu dalam bisu

Karena kutahu kau menghendaki itu

Aku mencintaimu dalam bisu

Karena kutahu bersuara bukanlah hakku

Aku mencintaimu dalam bisu

Karena kutahu diam itu jawabmu

Aku mencintaimu dalam bisu

Dalam keterpaksaan untuk tak berbicara

Aku mencintaimu dalam bisu

Di tengah kebimbangan akan nuraniku

Aku mencintaimu dalam bisu

Meski hatiku berkata “Aku Mencintaimu”

Tapi aku tetap mencintaimu dalam bisu

Tanpa Judul (Karena Sebuah Kebimbangan)

Dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang di hadapanmu

Dan kau tak tahu jalan mana yang harus kau ambil, janganlah memilihnya dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat.

Tariklah napas dalam dalam, dengan penuh kepercayaan, seperti saat kau bernapas di hari pertamamu di dunia ini, jangan biarkan apa pun mengalihkan perhatianmu, tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu. Lalu ketika hatimu bicara, beranjaklah, dan pergilah kemana hati membawamu.

(Tamaro, 2004:215)



Aku sedang membuat suatu keputusan untuk mundur. mundur untuk melunturkan rasa. mundur selangkah untuk maju tiga langkah atau bahkan lebih. tapi ternyata itu tak mudah. Banyak yang mengusikku... banyak yang membuatku bimbang....

Sebenarnya mudah saja jika aku mampu dengan begitu saja tapi kenyataannya aku masih belum mampu.


AKU BISA

Aku tak mengerti mengapa perasaan ini hadir dan sirna begitu saja. Sebenarnya apapun yang aku rasakan sulit sekali untuk ditebak dan diungkapkan. Awalnya kadang aku begitu gembira, berlanjut menjadi begitu sedih, kadang kadang tak terasa istimewa sedikitpun. Ah…rasanya sangat melelahkan, penat, dan membuatku bimbang. Persahabatan, relasi, Family, rasa cinta untuk mereka semua membuatku kuat. Biarpun ada kesedihan tapi senyum dan sapa dari mereka membuatku lebih bersemangat menatap kehidupan yang akan datang. Kadang memang sulit ditebak. Kadang pula aku sampai bertanya ada apa denganku? Terlalu lelahkah? Mungkin aku sedang mengigau berpikir tentang seorang sahabat yang telah pergi untuk selama lamanya. Tinggalkan kami semua yang mencintai dan menyayanginya.Mungkin juga aku sedang menghayal bertemu partner debatku di Bawang. Mungkin juga au sedang bermimpi untuk menjadi juara. Tapi semua itu aku lakukan karena aku yakin aku bisa. Aku suka dengan syair lagu ini :

KADANG KUTAKUT DAN GUGUP

DAN KUMERASA O… O TAK SANGGUP

MELIHAT TANTANGAN DI SEKITARKU

AKU MERASA TAK MAMPU

“”””””””””””

AKU BISA..AKU PASTI BISA!

Biarpun hanya sebuah lagu seperti itu,tapi selalu aku nyanyikan sebagai support buat diriku sendiri. KARENA KUYAKIN AKU BISA!!!!!!

Flash Back Masa Setelah Ujian Nasional

Ne tulisan aku bikin waktu baru keluar dari ruang ujian, langsung deh ngacir ke warnet dekat sekolah. Nulis deh kayak orang bego yang habis kesurupan setan ujian. kemarin waktu buka-buka direktori di komputer bututku ternyata masih ada. ya mau dibaca atau nggak yang jelas tulisan ini membuatku menghargai sejarah. Ya minimal sebuah sejarah bahwa kau pernah mengalami masa-masa jenuh sebelum Ujian Nasional. Serta rasa takut nggak lulus ujian, bisa jadi bulan-bulanan masyarakat kalo aku smapai kagak dapat titel LULUS. Tapi Alhamdulillah, aku lulus dengan baik... dan sekarang sejarah sedang berjalan kembali..... Ceritaku waktu itu kurang lebih seperti ini:


Hari ini aku baru selesai Ujian Nasional. Cape'! Of course cape' lah. Secara hiperbolis anggap aja antara hidup dan mati. Temenku sampai bilang kalau kita semua ( angkatan kelas tiga di sekolahku yang ngikutin unas ) tuh mati dulu baru ngrasain sakit. Tapi aku nggak nerima sepenuhnya, walau dalam hati tentu aja ( nggak takabur ) aku merasa was - was banget soal hasilnya nanti. 16 Juni boooo... lama banget mbok? sampe bete atau mungkin malah lupa kalau lagi nunggu hasil ujian. Yah... sekarang tinggal ngandalin kekuatan doa.

Never mind! take it easy to facing the result later. But truly i'm afraid. Oh no! i can't imagine if i don't pass this final.

Walaupun rasa was - wasku seakan menggunung di hati ini ( tambah hiperbolis kaleee ) ya nggak tahu gimana rasanya mang di dalam sini kayak ada batu - batunya yang menyumbat pernapasanku. tetapi dengan keyakinanku aku meyakinkan diri bahawa aku pasti lulus. Aku harus membahagiakan my parents. Semua orang yang menyayangi aku sedang menunggu keberhasilanku. Aku harus mampu! Sempet juga kemarin dapet sms dari kakak kelasku yang intinya dia nyuport aku dengan berkata seperti ini " 17 tahun telah aku lalui ujian hidup, masa hanya ujian nasional yang hanya tiga hari saja aku tidak mampu". I think i agree with his statement. Later he will be my senior in IPB.

Ya! aku dah diterima di IPB jurusan komunikasi dan pengembangan masyarakat. Seneeeeeng banget rasanya ada satu beban yang udah hilang buat nyari PTN. Sebenarnya aku ingin menulis ini untuk sebuah cerpen, tapi rasanya aku sedang buntu. Sekarang aku cuma berpikir gimana caranya merefresh otakku dari kepenatan bahasa indonesia, matematika, dan bahasa inggris.

Semoga tulisan ini akan menjadi sebuah rangkaian biografi hidupku. Ya...aku berharap akan menjadi seorang public speaker yang excellent, jadi great writer, jadi istri yang solehah ( eleh...eleh, hari gini dah bilang mau jadi istri, tapi cita - cita dan rencana kan boleh ). Terus yang aku harapkan, aku penegn banget jadi menteri pemberdayaan perempuan. Kenapa geto ya ? Ya miris aja sama keadaan perempuan indonesia yang dari jaman bahaula hanya wara - wiri jadi TKW. Mirisnya lagi mereka cuma dapat gaji nggak seberapa plus yang nambah hati kita tersayat kalau kita mendengarnya adalah ketika mendengar mereka dianiaya.

Aku nggak mau bangsa indonesia cuma dicap " bangsa Pembantu " oleh negara lain. Kapan Indonesia mau maju dan bisa bersaing di pasar bebas 2010 kalau mutu SDM nya aja kayak yang kita ketahui sekarang. Mimpi kaleee yeee. Emang sih, semua kun fayakun. Kalu Allah sudah menghendaki kemajuan Indonesia di masa yang akan datang. it's not impossible. Tapi usahanya sekarang? faktanya, alokasi dana alias uang negara aja kebanyakan untuk bencana lam dan juga disantap para koruptor. Aduh babe....untuk bisa bersaing kan perlu modal. Modal otak doang kan kurang jadi, harus juga ada suport dana. Tapi gimana ya??????! cape' deh!!!!!

****

Kemarin - kemarin sebelum pelaksanaan ujian nasional, aku ngrasa jenuh banget sama dunia formal. Ya...sekolah itu. aku jadi bingung sendiri, dulu aku study oriented banget. tapi saat aku butuh banget untuk bisa berpikir bahwa aku harus sukses, eh malah aku loyo. Sebel juga c. Tapi akhirnya aku bersyukur pula bahwa ternyata rasa itu bisa sedikit demi sedikit aku pupuk.

Selama ini yang aku pikirkan adalah bagaimana untuk mencapai sebuah kejayaan dari nama baik, kesuksesan dari nilai baik, terus apa lagi Ya ??? Lah intinya aku tuh egois banget. TApi berlahan - lahan keegoisan itu luluh juga ketika aku mendengar perkataan seorang adik kelas " kita tuh belum suksesz apabila kita belum bisa menyukseskan orang lain". Nah lo! jangan - jangan aku kayak gitu, sebenarnya kau belum suskses dari pa yang selama ini telah aku capai denagn susah payah. Mulai dari sini deh aku terbuka hatinya, makasiiiiih banget buat Isnaeni Rahmawati yang sudah " seara nggak langsung" ngingetin aku.

****

Kesannya tulisan ini melompat - lompat, tapi biarlah. Aku hanya ingin meredakan emosiku, membuat lega hatiku. Masih rada stress juga gara - gara unas.

ADA JUGA SIH HARAPAN BAHWA TULISANKU AKAN DIBACA JUGA OLEH OANG LAIN. yA ELAH DICETAK HURUF BESAR ( YA BARANG KALI AJA YANG NGELIHAT LANGSUNG IBA (HE...HE...). semua serba mungkin termasuk dengan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Nggak salah donk apa yang udah aku tulis di atas kalau aku pengen jadi ini jadi itu, ya jadi the best lah. walau boleh dibilang aku masih kuper n kurin juga tentang apa yang aku impikan. Makanya, mulai sekarang cari - cari experience lah. Kalee aja bisa jadi dasar, apa bisa jadi sadar. Tapi ku tetap masih...ah...masih apa ya? ku juga bingung.

KML: Dari Bisnis Teri Kecil-Kecilan Sampai Eksportir Teri Terbesar Di Dunia (Tulisanku Untuk TechnoMagZ FATETA IPB Edisi 1)

Di era globalisasi ini kebanyakan orang termasuk mahasiswa, menghendaki sesuatu dengan cara instant. Sukses namun tanpa jerih payah yang nyata. Namun berbeda dengan sosok bersahaja, Muhammad Nadjikh, Owner dan CEO PT Kelola Mina Laut (KML). Beliau merintis salah satu perusahaan seafood terbesar di Indonesia mulai dari titik nol. Perusahaan yang didirikan Agustus 1994 tersebut, awalnya hanya perusahaan kecil dengan operasional yang apa adanya dan karyawan yang sedikit. Karena keuletan dan kesungguhan hati, saat ini PT Kelola Mina Laut (KML) telah mempunyai lebih dari 5000 karyawan.

Walaupun sempat menghadapi masa krisis moneter, 1998 silam, KML tetap eksis hingga saat ini. Bahkan pangsa pasarnya pun telah menjangkau seluruh dunia. “90% dari produk seafood KML diekspor ke seluruh dunia, mulai dari Asia, Afrika, Amerika, Eropa, juga Timur Tengah” jelas sosok yang ketika masih mahasiswa aktif di Himalogin. Sungguh luar biasa jika ditilik dari asal-usul KML yang diawali dengan bisnis pengumpulan ikan teri kecil-kecilan. Hingga sekarang mampu melesat jauh menembus pasar internasional. Bahkan KML tercatat sebagai pemasok ikan teri terbesar ke Jepang, dengan menguasai 70% pasar. Usahanya pun tidak hanya produk ikan teri (dry seafood). Tapi lebih bnyak lagi, yakni frozen shrimp (udang), frozen fish & chepalopode (berbagai jenis ikan), crabmeat product (daging rajungan) hingga olahan seafood siap saji dan berbagi jenis bakso seafood. Bahkan belakangan mulai merambah ke produksi jelly. Muhammad Nadjikh memulai bisnis dari nol dengan mengandalkan teman serta kejujurannya. Karena bergerak di bidang industri perikanan, maka beliau benar-benar melihat peluang dan kondisi industri perikanan ke depan seperti apa.

Dihubungi via telepon, lulusan Teknologi Industri Pertanian IPB tersebut mengungkapkan keprihatinannya tentang kondisi sekarang. Di masa yang sedang booming dengan istilah agroindustry sekarang ini, disayangkan sekali karena aktornya kebanyakan bukan dari IPB. Padahal, menurut beliau, lulusan IPB harusnya yang memajukan pertanian. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau memajukan pertanian Indonesia?” tutur beliau.

Nah, beliau juga berpesan untuk civitas IPB maupun alumni. Jangan takut untuk memulai bisnis dari nol. Untuk memulainya tentu saja harus pandai melihat peluang dan juga menghadapi tantangan. Apa gunanya prospek jika tidak jeli dan pandai menangkap opportunity? Kemudian beliau menghimbau, supaya kita tidak terlalu complicated dalam pola pikir. Berpikirlah simple dan sesederhana mungkin namun maksimal. Tidak perlu gengsi dengan teknologi terapan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, jangan ‘ngoyo’ sama Hi-tech namun tidak sesuai jika diterapkan di Indonesia. Karena segala sesuatu perlu proses, jtidak perlu malu jika ingin memulai bisnis dari titik nol. Tekuni, jangan bosan, juga janganlah dilihat dari seberapa banyak uang yang kita terima, namun pengalaman berharga yang kita dapatkan.

Agaknya perlu mengutip kiat sukses beliau yang diungkapkan dalam buku 10 Pengusaha yang Sukses Mengelola Bisnis Mulai dari Nol karya Sudarmadi (penerbit Gramedia). Berikut adalah langkah dan kebijakan yang diungkapakan oleh Muhammad Nadjikh, Presiden Direktur Pt Kelola Mina Laut (KML).

  1. Kalau ingin madiri dalam berwirausaha, hal terpenting yang harus dilakukan adalah mengetahui potensi dan prospek pasar dari produk atau jasa yang akan ditawarkan. Jangan masuk bisnis tanpa keyakinan pasar.
  2. Dalam bisnis, modal tidak harus dari uang milik sendiri.
  3. Ketika baru memulai langkahnya sebagai entrepreneur, jangan langsung berpikir akan mendapatkan untung besar. Yang penting usaha jalan dulu dan bias menutup biaya-biaya yang ada, khususnya buat menggaji karyawan.
  4. Salah satu pemasaran yang efektif untuk mencari klien baru adalah dengan pola experiental marketing (ajak klien untuk melihat proses produksi).
  5. Dalam menjalankan langkah-langkah pemasaran, mesti berorientasijangka panjang dan terus menjaga hubungan baik dengan para pelanggan.
  6. Hambatan cultural, mental, dan psikologis seringkali menjadi kendala atau bahkan menjadi pemicu kegagalan dalam merintis usaha. Contohnya adalah perasaan gengsi. Sebgai entrepreneur kalau ingin sukses ia harus terjun ke lapangan, menawarkan ini-itu.
  7. Jangan cepat puas dengan hasil yang diraih.
  8. Dalam bisnis, sangat penting menjaga kepercayaan orang lain atau trust, khususnya soal janji pembayaran.
  9. Seorang entrepreneur perlu membangun sistem imbalan (compensation and benefit system) yang layak, jelas, dan terencana sejak awal.

Demikianlah sosok Muhammad Nadjikh yang berhasil membuktikan bahwa beliau bisa membangun bisnis atas usahanya sendiri dan bukan warisan dari orang tuanya. Kiranya perjalanan beliau hingga sukses dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja untuk meraih yang lebih baik ke depannya.

Harapan Untuk Terus Berproses Atau Berhenti

Suatu malam saat sinyal tiba-tiba hilang, aku smsan dengan seorang yang kupanggil Kakak. Awalnya hanya obrolan ringan aja, tapi kelanjutannya cukup bermakna...

A: “Kayaknya Tuhan nggak mengizinkan supaya aku ngajak Kk’ jomblo, he he, buktinya tiba-tiba aja sinyal ilang.”

L:”Artinya kamu nggak bisa jomblo terus... harus mengejar cintamu yang nggak pernah nyakitin. Iqra’ dan raih....”

A:”Cinta yang nggak pernah nyakitin itu kalau kita kembalikan cinta tersebut pada yang di atas. Aku harus belajar semua itu, kalau cinta pada manusia pasti ada sakitnya. Apalagi bawa perasaan.”

L:”Hakikatnya cinta nggak pernah menyakiti, ketiadaan ikhlas yang menyakiti kita. Ikhlas di hatiku juga sedikit luntur, tapi itu yang membuat aku sedikit kuat. Aku yakin ada sebuah kejadian besar yang siap menungguku di depan.”

A:”Banyak ‘kejadian besar’ yang menunggu di depan. Kita hanya bisa meyakininya karena kita bukan Tuhan. Jika berbicara ikhlas, setiap orang pasti pernah merasa tidak ikhlas untuk kehilangan, karena itu butuh kesiapan.”

L:”Kehendak Tuhan sudah terturunkan pada manusia yang mengerti, tentang sejauh apa manusia itu berproses. BERHENTI/selesai atau terus berPROSES. Semakin baik input dan proses sudah dapat dijamin outputnya bagus.”

A:”Jika aku disuruh untuk memilih, maka aku memilih untuk terus berPROSES. Karena Tuhan merancang kehidupan sebagai sebuah proses. Seperti pohon yang tumbuh dan selalu berujung pada sebuah titik saat segala sesuatu akan berhenti.”

L:”Iya, tergantung bagaimana kamu mengartikulasikan apa itu proses, proses nggak ada yang muda, butuh banyak air mata dan kesabaran untuk mendapat kebahagiaan hidup.”

A:”Kk’ bisa berbicara seperti itu, lalu kenapa Kk’ menganggap diri Kk’ jahat dan hancur?”

L:”He he he... itu membuatku semangat, aku berucap tapi aku tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Banyak sekali yang nggak tahu karakterku. Aku nggak akan mati sebelum aku buat sesuatu yang besar dan baik. Aku hidup untuk itu, kamu De’?”

A:”Mottoku, hidup nggak sekedar menunggu mati tapi hidup untuk berprestasi. Prestasiku adalah ketika aku bisa bermanfaat dan membahagiakan orang lain. Aku akan mati dan orang akan mengenangku sebagai bagian dari kebaikan mereka.”

L:”Aku berdoa untukmu dan kutunggu prestasimu. Aku orang pertama yang akan kasih selamat.... Jiwa seperti itu yang kuharap darimu.”

A:”Makasih ya K’ karena harapan itu membantu untuk mengubah mimpiku menjadi kenyataan. Aku janji nggak akan menjadikan harapan itu sia-sia. Karena aku telah dipercaya, kepercayaan itu tidak mudah didapat.”

Sekilas itu hanyalah hal biasa saja yang mungkin banyak orang bisa mendiskusikannya kapan pun mereka inginkan. Tapi bagiku... ada semangat yang tersirat dalam setiap karakter yang diketikkan dalam pesan itu. Bisakah kau temukan maknanya?

Don't Wanna Think About You (Lirik Lagu Simple Plan)

Can you leave me here alone now?

I don't wanna hear you say

That you know me

That I should be

Always doing what you say

'Cause I'm trying get through today

And there's one thing I know

I don't wanna think about you

Or think about me

Don't wanna figure this out

Don't wanna think about you

Or think about nothing

Don't wanna talk this one out

I won't let you bring me down

'Cause I know

I don't wanna think about you

Don't wanna think about you

When I wake up here tomorrow

Things will never be the same

'Cause I won't wait

'Cause you won't change

And you'll always be this way

Now I'm gonna get through today

And there's one thing I know

I don't wanna think about you

Or think about me

Don't wanna figure this out

Don't wanna think about you

Or think about nothing

Don't wanna talk this one out

This time I won't let you bring me down

Won't let you shut me out

This time I know

I don't wanna think about you

Run away, run away

Running as fast as I can

Run away, run away

I'll never come back again

Run away, run away

Don't wanna think about you

Or think about me

Don't wanna figure this out

Don't wanna think about you

Or think about me

Don't wanna talk this one out

I don't wanna think about you

Or think about me

Don't wanna figure this out

Don't wanna think about you

Or think about nothing

Don't wanna talk this one out

This time I won't let you bring me down

Won't let you shut me out

This time I know

I don't wanna think about you

Run away, run away

Don't wanna think about you

Repeat 3X

Run away, run away

When I'm With U ( Lirik Lagu Simple Plan)

Taking my time

I'm trying to leave the memories of you behind

I'm gonna be fine

As soon as I get your picture right out of my mind
[CHORUS]

I wanna feel the way you make me feel when I'm with you

I wanna be the only hand, you need to hold on to

But everytime I call you don't have time

I guess I'll never get to call you mine

For nothing at all, I know theres a million reasons

why I shouldn't call

With nothing to say, could easily make this

conversation last all day

[CHORUS]

Another lesson I didn't get to learn

Your my obsession

I've got nowhere to turn

[CHORUS (repeat 2X)]

Jumat, 21 November 2008

Kita Mulai Dengan Akhir

Apakah sebuah akhir bisa untuk memulai? Kuyakin bisa, marilah kita mulai dengan akhir karena akhir adalah tujuan kita. Akhir adalah harapan dari akumulasi mimpi yang berada di cerebrum kita. Tapi akhirilah semua yang kau mau dengan bijaksana, dengan cara yang tak bisa membuat lupa. Dengan cara yang bersahaja sehingga membuatnya menjadi indah. Resiprok alam yang tak pernah bisa kita gugat adalah segala sesuatu yang senantiasa berlawanan. Semuanya tak bisa dipersalahkan karena hal yang salah pun mengandung kebenaran. Kebenaran bahwa hal itu salah. Bukankah begitu? Alam tak pernah berhenti mengajarkan bahwa ada aksi maka ada pula reaksi, jika kebaikan ada maka tak pelak kejahatan pun menjadi rivalnya, mencintai-membenci, menghormati-meremehkan, bahkan hingga hidup-mati. Semua itu tak pernah bisa kita gugat karena hal yang berlawanan itu hakiki. Sifat pencipta pasti berlawanan dengan yang dicipta.
Aku takkan menjadikan akhir itu sia-sia seperti kubangan air hujan yang dibiarkan tidak mengalir sehingga menjadi bau yang tak sedap. Aku takkan menjadikan akhir itu sia-sia seperti orang yang terserang maagh tetapi memakan asam sehingga membuatnya semakin tersiksa. Tapi aku akan menjadikan akhir itu sebagai akhir yang bijaksana, akhir yang indah, akhir yang bermakna. Akhir yang akan melahirkan harapan baru untuk sesuatu yang lebih baik.

Hari Senin Itu Aku Tidak Buta







Hari senin itu, aku menjejakkan kaki di sebuah tempat di mana aku bia melihat ke bawah. Aku rasa, saat itu hati ini menyadari bahwa ada nikmat Tuhan yang selama ini kita abaikan. Nikmat yang kita rasa sepele tapi ternyata begitu besar. Nikmat mata, nikmat indera penglihatan itu sering kita abaikan. Aku sendiri menyadarinya tanpa sengaja, tanpa kesengajaan tepatnya. Doa-doa yang selama ini keluar dari mulut yang masih banyak salah ini pun tak sempat untuk menggumamkan sebaris kata"Alhamdulillah Ya Allah, kau berikan hamba mata untuk melihat apa yang Kau ciptakan". Aku malu pada Zat yang kuyakini sebagai yang Maha dari segala Maha, hari senin itu.
Dari atas sana, dari tempat yang dapat tercapai jika aku menaiki anak tangga yang berbilang tak sedikit, aku merasakan nikmat melihat itu adalah luar biasa. Aku bisa tahu bahwa di bawah sana ada danau yang hijau warnanya, ada burung-burung liar Owak Malam yang bertengger di pohon yang tak kuketahui namanya. Aku bisa melihat orang-orang berjalan, melakukan aktivitasnya masing-masing.
Aku selalu menunggu hari senin itu lagi, agar aku bisa terus-menerus sadar bahwa aku tidak buta. Hari senin itu, pandanganku lepas, aku bisa melihat gunung Salak berdiri tegap dan begitu gagah saat matahari yang memata-matai hari tak bersembunyi di balik awan. Dan ada saat-saat tertentu dimana aku sama skali tak bisa melihat kegagahan gunung Salak, karena tertutup kabut putih. Tap bagiku tak kalah indah, terlihat atau tidak terlihat. Yang pasti aku bersyukur bahwa aku bisa melihat, tidak buta.

Selasa, 18 November 2008

Pada Sebuah Nama

Aku kembali pada apa yang kupikirkan dan ingin aku lupakan
Pada sebuah nama yang tak perlu kusebutkan,
pada sebuah wajah yang tak perlu kutatap,
pada sebuah hati yang tak lagi harus kululuhkan,
pada bola mata yang tak bisa lagi kupandang,
pada jemari-jemari yang tak mungkin lagi kugenggam,
pada wajah manis yang hanya bisa sekedar kukagumi,
dan hanya pada sebuah sosok yang terlanjur melekat di hatiku
Mengapa aku berpikir tak akan pernah menyerah untuk satu sosok itu
Aku sendiri bingung
Doa apa yang pernah terucap dan reaksi apa yang pernah terbentuk?
Yang pasti semua itu kian melekat
Namanya tak pernah lepas dari doaku

IQRA'

Ketika mendengar pertanyaan, “mengapa Allah swt memulai Al- Qur’an dengan kata iqra’ ?” Lantas apa jawaban yang ada di benak kita sekalian? Akankah selama ini kita sempat berpikir bahwa dibalik kata iqra’ ada sejuta makna yang tersirat. Sungguh dari sini saja kita mampu menganalisis tentang perintah Allah untuk mencari ilmu. Iqra’, ‘bacalah!’. Mungkin selama ini kita belum berpikir, atau sudah berpikir namun belum sempurna, ya layaknya pepatah yang mengatakan ‘tiada gading yang tak retak’ yang saya rasa hanya digunakan untuk menutupi kekurangan seseorang.
Tentang membaca. Mengapa membaca? Karena membaca adalah suatu pekerjaan yang membedakan kita dari makhluk lain. Membaca menunjukkan bahwa kita, manusia, mempunyai akal dan budi. Bukankah begitu?

Capricorn

Capricorn merupakan tanda ke sepuluh dari zodiak, simbolnya adalah kambing gunung. Para Astrolog percaya bahwa orang yang lahir antara 22 Desember hingga 19 januari memiliki zodiac ini karena kelahiran mereka di bawah matahari yang sedang bertanda Capricorn. Planet Saturnus merupakan yang mengatur dari zodiac ini sesuai dengan signal bumi.
Menurut para Astrolog orang Capricorn memiliki tanggung jawab, disiplin,praktis, methodical, berhati – hati, serius, dan kadang – kadang mempunyai sifat yang pesimis. Orang Capricorn percaya bahwa segala sesuatu adalah berharga, juga bekerja keras, dan mereka ditempatkan untuk menjadi pemenang terus menerus dan juga menjadi pekerja keras.Tipe Capricorn adalah suka menyendiri dan pemalu, terkadang canggung, karena mereka tinggal dan terfokus pada tanggung jawab. Bagi mereka hidup adalah urusan yang serius, dan kadang mereka mempunyai kesulitan untuk rileks dan bersenang - senang. Karena hal inilah, Capricorn adalah seorang yang suka menyendiri.
Para Astrolog percaya pahwa orang Capricorn adalah respect power, berwibawa, tersusun atas tradisi dan hal lain yang bernilai dan mempunyai daya tahan diuji dari waktu ke waktu. Orang Capricorn mempunyai ambisi yang tinggi dan mereka tidak gampang dipuaskan hanya karena sebuah level kekuatan dan kewibawaan. Mereka perlu dasar untuk keamanan, khususnya keuangan, dan mereka sering bekerja keras untuk menjadi kaya.. Profesi yang cocok untuk orang Capricorn adalah banking, pemerintahan, pebisnis besar, dan situasi yang lain dengan power hierarchies, pertambangan, pertanian, dan konstruksi.

Selama Masih Sayang

Kejujuran hatinya Kerispatih mengalun lembut menggetarkan gendang telingaku. Tapi tak sekedar kudengar saja, hati ini mengakui kalau aku juga merasakan sesuatu yang membuatku seperti lepas dari diriku. Lepas dari obsesif, tapi aku malah menjadi tanpa arah. Lepas dari sikap egois tapi aku malah jadi cengeng.
Sial! Kubanting pintu kamarku. Tak peduli apa yang akan ibuku katakan melihatku seperti ini. Ya kuakui kalau aku bukan tipe cewek feminin yang doyan manja. Aku juga bukan cewek tomboy yang selalu aja pengen tampil beda dari umumnya cewek. Aku biasa saja. I’m myself. Boleh deh dicetak tebal digoresin pake tinta yang bisa nembus batu biar jadi prasasti sekalian. Aku selalu pengen jadi diriku sendiri. Aku selalu berusaha nampilin dan mempersembahkan kemampuanku. Aku selalu berusaha menunjukkan kepada mereka kalau aku bisa melakukannya.
Tapi untuk yang satu ini, aku sendiri nggak tahu kenapa bisa sampai terjadi sama aku. Tengsin banget rasanya. Nyebelin banget. Bikin sakit, bukan hanya sakit hati aja, tapi juga sakit kepala.
Tak semestinya aku yang terluka,karena diriku yang pertama mencintaimu. Tak seharusnya dia yang kau terima jadi milikmu jadi yang kau mau…. ….Aku terluka tanpa kau senagaja.
Langsung kupencet tombol stop di compact disk ku. Ah lirik lagu itu bikin aku semakin benci dengan perasaanku sendiri. Lagian aku juga tolol sih! Lho kok? Iya, biasanya aku paling benci dengar lagu mellow yang cengeng. Mending dengerin In the End nya Linkin Park atau juga Crash and Burn nya Simple Plan. Yah mungkin memang sudah takdir, nggak tahu kenapa aku langsung ngambil MP3 yang isinya lagu – lagu mellow punya kakakku dan mendadak kupingku minta dengerin punya Dea Mirella.
@@@
Tadi malam adalah malam minggu. Irfan sms aku, biasa dia anaknya motivator banget. Pasti ada – ada saja yang diomongin. Apalagi musim kayak gini. Bukan musim hujan tapi musim persiapan ujian nasional yang jadi momok buat semua kalangan. Dalam tanda kutip kalangan siswa, guru, maupun penjaga kantin. Lho kok? Penjaga kantin ikut disebut? Ah kayak nggak tahu saja. Mereka tuh jadi nambah stok makanan, kelebihan order jajanan, tersenyum menerima uang di atas kepanikan siswa yang merasa panik karena harga jajanannya mahal –mahal. Tapi itu nggak penting, yang penting sekarang adalah soal sms Irfan tadi malam.
Q hrs ket4 km jam brp?
Sent 18 : 41 : 28
Aku balas up to him aja. Aku nggak mau maksa – maksa dia. Aku capek dia apalagi. Aku pengin istirahat mungkin dia malah pengin tidur. Maklumin saja, kita berdua sama – sama jadi anak perantauan, aku tiap minggu pulang, kalau dia sebulan sekali, bukannya bawa uang tapi nglaporin pembukuan yang selalu kurang dana. Maklum aja deh, kita sama – sama nyari ilmu yang tempatnya lumayan jauh dari tempat tinggal kami. Oh God, I hope You always blesses us.
Ky’nya q ga jd ket4mu.
Q cpe’ bgt. Sry ya L
Qt ktmu bsk aja deh.
Sent 18 : 52 : 03
Aku balas up to him lagi, percaya kalau dia kecapekan, ngendarain motor hampir lima jam kan bikin pegel. Sebenarnya aku juga sediit malas ketemu dia. Ya malas aja. Pokoknya lagi badmood ( Ciee bahasanya rada keren dikit neeh ). Tapi sebagai cewek yang ngerasa kalau Irfan itu boyfriendku, tetep aja biarpun cuma sedikit, aku pengen cerita sama dia. Habisnya dia kayak psikolog banget. Asyik deh kalau ada masalah cerita sama dia.
@@@
Habis makan malam ala masakan bunda ( soalnya kalau di tempat kost masakannya itu – itu aja, ya…biasa, tumis kangkung sama tumis tempe. Paling banter sama telor. Apalagi kalau hampir sabtu, seringnya makan mie instant doang. Tapi kita enjoy aja. Yang belum pernah kost pasti penasaran?!) aku nongkrong di depan tv. Acaranya boring semua. Klise banget. Masak acara cuma nangis, pacaran, rebutan warisan, paling kerenan dikit kalau ada stasiun tv yang muterin film layar lebar. Aku pindah posisi. Nyalain XPku. Buka – buka file lagu yang lumayan merajai isi data – dataku.
Boleh dibilang aku ini maniak musik. Suka musik, tapi nggak gibol. Musik itu fresh, asyik, walaupun seleraku agak beda sama kebanyakan cewek. Musikku itu sesuai keadaan. Ya sesuai sikon gitu. Bukan sekedar easy listening, tapi yang pas di kuping. Band favoritku Linkin Park. Penyanyi solo yang keren Glen Fredly. Nasyid yang OK Justice Voice. Kalau yang cewek Melly Goeslow boleh tuh. Yap kira – kira lagu mereka yang sedang aku dengerin sekarang. Tapi dipikir – pikir cocoknya syair Saykoji deh “malam minggu kesepian dan sendirian”. Tapi kan aku bukan jomblo. Bosen juga dengerin lagu, aku men-turn of komputerku. Masuk kamar, nyentuh gitar, kupetik, kunikmati nadanya. Sambil komat – kamit nglantunin my immortalnya Evanescence. Capek! Kuraih selimut, kurebahkan diriku di tempat tidur yang hanya aku pakai seminggu sekali. Belum lima belas menit aku merem, HP bunyi. Sms dari Irfan.
Re, ntar klo mo tahajud
Q dbangunin ya.Coz
Q ky’nya tdr mlm.
Tmnq mnta aq nmnin dia
Wlo cm lwt tlpon.
Dia lg byk mslh. Bntu
Doain dia ya. Nmnya Ale.
Kubalas dengan kata – kata penyemangat. Ya iyalah! Dia kan mau bantu temannya yang lagi kesulitan. Aku bangga sama di ayang benar – benar peduli sama temannya. Apapun yang bisa dia lakuin buat teman, pasti dia lakuin. Bangga deh punya boyfriend seperti dia. Nggak lupa pula aku tulis kalau aku juga pengen kenal sama Ale temannya itu. Aku minta nomer HP Ale. Pokoknya aku ndukung Irfan supaya bisa bantu Ale semampu dia.
Ya aq jg pgn km knl ma dia
Orgnya baik, bijak, asik,
Pnter, setia kwn,humoris,
Inisiatif,hangat.
Bkn mksdq bandingin km
ma Ale. Q tulus syg ma km.
Heeeh! Illfeel deh. Irfan nggak sadar dia lagi sms sama siapa? Dia lagi sms aku. Rere, girlfriendnya. Masa dia muji - muji cewek. Gondok lagi. Aku percaya deh, bukan aku doang yang ngerasa sakit hati kalau cowoknya muji cewek lain. Akhirnya aku nggak mbalas sms dia. Nunggu mungkin dia mau minta maaf dan ngerasa salah karena dia sudah bikin aku bete, tapi nggak ada message yang masuk. Biarpun hati ini lagi pegel, aku paksain tidur. Nggak tahu ntar malam bangunin Irfan untuk tahajud apa nggak. Tapi aku sempetin deh, itu kan ibadah. Jangan campurin ibadah sama urusan yang lain. Setuju kan?!
@@@
Aku sadar kalau sedari tadi aku ingat – ingat kejadian tadi malam. Sebenarnya nggak sengaja tapi sudah membuat hatiku tergores sama pujian Irfan untuk Ale. Perasaan hampir dua tahun pacaran sama dia, belum pernah dia muji aku kayak gitu. Paling banter dia bilang aku beda dari kebanyakan cewek. Punya prinsip. Aku? Punya prinsip? Iya dong, hidup tanpa prinsip tuh cuma miliknya orang – orang imbisil sama orang gila. Aku pengen jadi yang normal, so hidupku harus berharga, bermakna, not only in this world but also I the here after.
Aku lihat jam, wah sudah hampir jam sembilan. Aku punya rencana mau ke warnet, ngilangin suntuk. Siapa tahu ada mail yang masuk ke inbox-ku. Yah ada sih beberapa dari teman – temanku di Semarang. Tapi aku masih tetap saja nggak tenang. Terus saja memikirkan Irfan dan Ale. Mungkin Ale hanya sekedar teman dekat Irfan. Tapi yang dekat kan kadang jadi lekat. Aku nggak sanggup kalau Irfan suka sama cewek lain. Dia memang selalu mengajarkan padaku untuk tidak berusaha supaya dicintai tapi berusahalah untuk mencintai. Karena kalau kita mencintai orang lain, InsyaAllah kta juga akan dicintai sama orang lain. Rasional banget.
Mau pulang ke rumah malas deh. Minggu, aku pengen refreshing, besok kan senin. And I think that I’m still hate Monday. Senin melelahkan. Lihat saja besok, aku harus mulai lagi berkutat dengan buku – buku tebal, belajar materi – materi eksak. Full deh. Aku mengambil HP di sakuku. Aku mulai nulis sms untuk Irfan. Aku minta ditemenin jalan – jalan. Ke mana saja lah! Asal jangan ke tempat yang nggak diperbolehin.
Bukan Irfan namanya, kalau nggak menuruti permintaanku. Belum lima belas menit aku tunggu, dia sudah nongol. Sesuai kesepakatan, aku sama dia nggak pergi ke mana – mana. Kita balik ke rumahku. Sebelumnya mampir ke rental dulu minjem CD film. Yah akhirnya mutusin untuk nonton deh. Nggak apa – apa lah, nonton sama Irfan kan asyik. Memang aku sudah lupa sms dia tadi malam? Belum. Aku Cuma nyoba melupakannya. Ngapain pusing – pusing. Kalau Irfan benar – benar sayang sama aku, pasti dia nggak bakalan berpaling. Itu sih harapanku. Tapi hari ini dia janji mau ngasih nomer HPnya Ale. Tuh kan inget Ale lagi…. Nggak, aku Cuma ingat tadi malam aku minta nomer HPnya, mau kenalan gitu. Kan asyik nambah satu teman.
@@@
Aku duduk nyantai sambil makan cemilan di sebelah Irfan. Filmnya asyik, sudah pernah nonton tapi tetap nggak bosen. Bintang Jatuh, yang dimainin sama Dian Sastro. Keren deh! Wah sudah basi ya? Bagi aku kisahnya OK.
Film selesai barengan dengan habisnya cemilan di stoples yang aku pegang. Irfan Cuma geleng – geleng doang. Senang rasanya lihat dia senyum sama aku. Manis. Habis itu, aku mulai cerita suka duka yang aku rasain selama nggak ketemu dia. Mulai dari yang kecil sampai yang rada gede dan yang benar – benar gede.
“Katanya gue mau dikasih nomernya Ale?” aku mengingatkan dia. Dia langsung ngeluarin HP dan memberikannya padaku. Aku men-save di HPku. Aku juga dilihatin sms Ale buat dia. Kubaca, ya hampir saja aku mau nangis. Sure, kayaknya mereka benar – benar akrab. Bisa dibaca dari cara mereka sms. Bahsanya renyah banget. Nggak salah kalau Irfan muji Ale. Mungkin memang Ale begitu sempurna. Beda sama aku yang rasanya terbatas banget.
“Re, kadang aku berpikir, kalau aku pengen….” Irfan tidak meneruskan kata –katanya karena aku sudah memotongnya dengan gurauan.
“Pengen putus?” tanyaku bercanda. Tapi dia mengangguk.
“Aku sering curhat sama Ale. Dulu sebelum sama kamu, aku nggak pernah curhat sama orang lain. Apalagi sama cewek. Baru setelah ketemu Ale aku mulai curhat. Soalnya dia bisa ngasih saran yang membangun banget. Dia selalu ngingetin aku, kalau jadi cowok harus prinsipil. Ya prinsipil. Dan prinsip aku untuk jatuh cinta adalah cuma satu kali saja. Dan itu adalah kamu. Jadi sekuatnya aku bakal mertahanin hubungan kita, betapapun pahitnya” Dia memandangku sambil tersenyum.
Memang pahit Fan. Pahit banget. Aku nggak akan siap untuk putus sama kamu. Aku jadi berpikir kalau Irfan suka sama Ale. Sedari tadi yang dia omongin Cuma Ale doang. Memangnya aku nggak pernah apa ngasih dia saran yang membangun? Nggak ngehargain banget. Ya minimal jaga perasaanku ngapa? Aku kan sensitif, seenaknya saja dia muji – muji cewek di depanku. Kemarin yang di sms aku masih maklumin. Tapi sekarang?
“Wah dia pasti asyik banget ya Fan? Umurnya sudah berapa?” Aku menutupi kekecewaan yang menohok perasaanku.
“Dia 19 tahun. Berpikirnya dah dewasa banget. Tapi nggak kaku. Dia asyik banget deh. Apalagi sikap humorisnya itu. Nggak bikin bosen” Irfan tersenyum, tidak memandangku. Tapi lebih tepatnya mungkin sedang membayangkan Ale.
“Dia cantik?” Tanyaku menahan mataku yang kian memanas.
Irfan mengangguk. Tuh kan…pasti Irfan suka sama Ale. Dia pasti mau mutusin aku. Aku takut dengan ketidakmungkinan yang sewaktu – waktu bisa menjadi mungkin. Mungkin sikap aku jauh dari Ale. Jauh dari kestandaran sikap cewek. Tapi memang aku nggak ingin jadi cewek standar yang bisanya itu – itu doang.
“Kenapa kamu nggak sama dia aja?” Kata – kata itu keluar juga dari mulutku. Irfan diam, menatapku, aku melihat nggak ada rasa bersalah sama sekali di pandangan matanya. Dia malah dengan santainya menjawab “Kan sudah ada kamu yang lain daripada yang lain”. Apa memang perasaan cowok sekebal itu? Aku nggak percaya, Irfan nggak merasa salah? Apa aku yang terlalu berlebihan menanggapi kata – kata Irfan? Nggak, aku nggak berlebihan. Perasaan nggak bisa dibohongi.
@@@
Minggu malam, aku sedang asyik nongkrong di depan computer ngerjain tugas. Besok aku sudah harus berangkat lagi ke sekolah. Tapi aku nggak konsen. Aku nggak tahu Ale seperti apa. Aku nyoba sms dia.
Met mlm, knlin aq Rere tmn Irfan
Dia srg crta ttg km. Keren deh!
Ktnya td mlm dia jg bgadang
Nunggu tlpn km?! Blz
Secepat smsku terkirim, secepat itu pula Ale membalasnya. Sungguh bisa aku terka dari gaya sms dia, dia begitu asyik. Sesuai dengan cerita Irfan.
Wah asyik…ale dpt tmn br
Hayoo tmn apa tmn?
Bnr cm ngaku tmn?Ga nyesel?
Nti klo ada yang lain ngaku
Lbh dr tm gmn?
Jujur aku membaca sms itu sambil tersenyum. Aku kagum, setegar itukah dia? Aku tahu kalau Ale itu suka sama Irfan. Kok aku bisa tahu? 6 bulan yang lalu aku sempat hampir putus sama Irfan. Penyebabnya datang dari aku. Aku langsung mutusin Irfan tanpa alasan. Ya waktu itu aku pikir nggak ada gunanya hubungan jarak jauh yang nggak ada konsekuensinya. Tapi selang tiga hari aku mutusin Irfan, kita baikan lagi alias jadian lagi setelah Irfan menjelaskan kalau hubungan kita tuh benar – benar ada konsekuensinya. Manusia, sesepele apapun harus punya cita – cita. Aku, kelas 3 sma nggak tabu menurutku kalau ngomongin pernikahan. Karena itu adalah ikatan suci. Dan nggak salah juga kalau aku sama Irfan punya cita – cita yang mulia itu. Walaupun pembicaraan itu masih terlalu dini bagi kami.
Irfan cerita kalau dia curhat sama Ale. Ale bilang kalau Irfan boleh mengambil keputusan sesuai kata hatinya. Tapi nggak selamanya kata hati harus dituruti. Yang jelas Ale ngasih saran supaya Irfan mengambil keputusan yang terbaik untuk kemaslahatannya. Dan akhirnya kita berdua jadian lagi. Setelah jadian, Irfan ngasih kabar Ale. Apa yang terjadi? Ale ngasih selamat sambil nangis. Nggak tahu tangisan apa? Yang jelas setelah itu dia langsung nutup telpon dan nggak pernah komunikasi sama Irfan lagi sampai akhirnya Irfan tahu dari Faizal, temannya.
Jadi nggak salah kan kalau aku punya konklusi, Irfan akan lebih bahagia kalau sama Ale?
Aku langsung sms Irfan setelah membaca balasan sms dari Ale.
Fan, td q dah sms Ale, bnr kt km
Dia asik bgt, aku ykn km akn lbh bhgia
Dgn Ale. Bkn sm cw’ yg nyebelin
Spt aq. Rere yg cm bs ngeluh
Cm bs blg cape’
Irfan mbalas dan entah kenapa aku langsung menumpahkan perasaanku dengan air mata. Aku sadar kalau aku nggak akan sanggup kehilangan Irfan.
Jjr Re, q tulus syg ma km.
Km jgn gmg gt lg ya…pliz
Km g spt Ale, krn km yg trbaik
Lht senyum km, aq bhgia
Aplg dgn klbhnmu yg lain.
Nggak sadar kalau aku malah semakin sedih membaca sms Irfan. Nggak mungkin aku sanggup menerima kenyataan kehilangan Irfan. Aku terlalu sayang sama dia.
Km th? Sdh lm aq ga nangis
N saat ini aq sdg nangis.
Km g th? Pujian km utk Ale
Lbh dr ckp utk skiti aq.
Aq ga mau km ninggalin aq,
Aq ga’ rela sm org lain.
Balasan Irfan selanjutnya melegakan hatiku. Aku yakin dia benar – benar sayang sama aku.
Pcya ma aq, km adlh anugrah
Buat aq. Q jg ga akn rela km
jd mlk org lain. Re, Allah Maha Tahu
B’doa agar Dia sll mjga kt.
@@@
Malam telah larut, aku sendiri bingung, nggak bisa tidur. Mau nelpin Irfan, pulsa limit. Tapi seperti ada kontak batin, dia nelpon aku.
“Re, maafin aku, aku nggak ada maksud apa – apa ngomongin Ale di depan kamu. Aku nggak sadar kalau itu nyakitin kamu” suara Irfan mengobati kegalauanku.
“Lain kali kamu jangan kayak gitu lagi ya Fan, aku tahu aku penuh keterbatasan. Tapi aku punya perasaan. Aku juga cewek yang sensitif, nggak bisa begitu saja nerima kata – kata kamu Cuma sekedar muji Ale”.
“Tapi aku sudah minta maaf. Kamu sayang sama aku?”
“Lebih dari yang kamu bayangkan mungkin Fan, Aku tidak sekedar sayang sama kamu dalam arti pacar saja. Tapi aku sayang dengan sikap kamu yang begitu baik sama setiap orang. Aku akan sulit menggantikanmu dengan orang lain. Mungkin juga nggak akan bisa”.
“Rere, I love you. You know that you’re my best choice. Not only in this world now, but also in the future, in the here after. Yeah…You’re my spirit. You never make me sad, but I always make you illfeel. Now, from the bottom of my heart, I wanna make you as someone who always beside me forever”.
“Ah…sok british lo!” Jawabku sambil tertawa.

I'm Sory

Senja bermega merah kunikmati ditepian rasa bebas dan bersalahku sama Dito. Sebenarnya aku tak menginginkan semua itu terjadi. Menyakiti seseorang sungguhlah bukan niatku. Mungkin aku yang terlalu egois dan terlalu gegabah menanggapi perasaanku yang selalu ingin menang sendiri dan merasa selalu benar. Hah…aku menghela nafas dalam – dalam. Memoriku menerawang pada kejadian dua hari yang lalu.
Saat itu aku sedang menjejali otakku dengan tumpukkan tugas dari sekolah. Walaupun malam itu adalah malam minggu, tapi aku bertekad ingin menyelesaikan tugasku, karena aku ingin refresh hari minggunya. Lagian selama empat hari aku akan dihadapkan dengan kegiatan sosial di luar kota, sehingga otomatis aku tidak masuk sekolah. Siang sepulang sekolah aku sudah mengatakan kalau malam ini aku nggak pengen ketemu, mau belajar. Dito bersikeras ingin menemuiku, walaupun aku sudah menjelaskan alasan mengapa aku tak ingin bertemu dengannya.
“Kenapa Al? yang ada di otak kamu itu cuma belajar, belajar dan belajar. Aku kamu anggap apa ? Aku udah sering ngalah menuruti semua keinginan kamu. Tapi kamunya selalu cuek sama aku” ucap Dito marah padaku.
“Lo ngungkit semua Dit? Kapan kamu pernah ngalah sama aku ? kapan kamu menuruti semua keinginanku? Cuma diajak ke perpustakaan aja kamu nolak. Sekarang saat aku bilang kalau aku nggak mau ketemu, kamu maksa, itu artinya kamu nggak ngalah sama aku” timpalku mengimbangi dia.
“Oke! Terserah kamu, mungkin kamu nggak secerdas kamu, jadi akunggak bisa terus ngikuti kemauan kamu untuk baca, belajar atau apalah yang kamu sebut dengan hobimu” suara Dito semakin marah.
“Ah ! bodo amat!” teriakku sambil berlalu.
Aku berusaha melupakan kejadian siang itu pada malam harinya. Ah…ternyata begitu mudah untuk dilupakan walau sebentar – sebentar aku memikirkannya, tapi seperti biasa CUEK. Kalau dipikir, putus aja kali ya? pikirku saat itu. Tapi apa gue nggak terlalu kejam kalau mutusin Dito cuma karena hal yang begitu sepele seperti itu. Mungkin perasaanku yang terlalu kebal dan nggak bisa mengerti perasaan Dito. Tapi memang diantara kita berdua nggak ada kecocokan, ego kita sama – sama keras. Padahal kita baru jadian satu bulan. Kata orang, kalau orang baru jadian itu bawaannya romantis terus. Tapi antara aku dan Dito rasanya nggak tuh. Malahan kita semakin sering bertengkar.
Tiba – tiba terdengar suara pintu depan diketuk. Aku pikir pasti teman ayah yang tadi nelfon dan bilang mau datang. Aku bergegas membuka pintu. Dan…bagiku ini adalah hal yang terburuk yang pernah terjadi dalam malam mingguku. Dito datang dengan membawa sekuntum bunga dan dia berucap maaf kepadaku. Rasanya perut ini mual dan ingin sekali memuntahkan isinya, hatiku rasanya gondok banget, adrenalinku langsung naik. Seandainya aku nggak ingat kalau aku sedang di rumah yang tentu saja aku ggak enak sama ayah dan ibu, aku pasti sudah memaki atau bahkan ngusir dia mentah – mentah. Untung aku masih sadar kalau aku ada di rumah.
“Ada apa ?” tanyaku ketus padanya.
“Jangan sewot dong Al, aku mau minta minta maaf sama kamu. Soal tadi siang, aku ngrasa aku yang salah. Selama ini aku nggak pernah ngertiin kamu” jawab Dito.
“Aku sudah maafin kamu kok!”
“Bener? Makasih…Al” jawab Dito begitu bersemangat.
Aku langsung berpikir bahwa malam inilah yang terbaik untuk meminta putus dari Dito. Walaupun mungkin keputusanku terlalu cepat tapi kuyakin inilah yang terbaik, bagiku maupun Dito. Aku mengajaknya masuk, dan tentu saja tamu adalah raja, aku buatin minum.
Aku ngajak dia ke ruang belajarku yang sekaligus adalah ruang perpustakaan pribadiku. Aku yakin Dito tak begitu suka kuajak kesini. Tapi itulah yang aku inginkan agar dia cepat pamit. Aku asyik mengerjakan tugas sekolah dan kubiarkan dia duduk gelisah di hadapanku. Rasanya aku ingin tertawa melihat dia yang seperti sudah nggak betah, dan semoga dia cepat berkata padaku bahwa dia sudah ingin pulang.
Hampir aku seperti menghitung tiap detik, tapi Dito nggak pamit – pamit. Aku sudah bosan menunggu dan rasa marahku padanya semakin memuncak. Akhirnya aku yang berbicara duluan padanya.
“Dit, kamu sayang sama aku?” tanyaku membuka.
“Ya iya dong Al!” jawab Dito sambil tersenyum padaku. Memuakkan.
“Kalau benar – benar lo sayang sama aku, bisa nggak…” ingin rasanya aku mengucapkan kata putus, tapi rasanya aku tidak sanggup. “Bisa nggak ngebiarin aku konsentrasi dengan pekerjaanku” aku melanjutkan kata – kataku, mengurungkan niatku untuk memutuskannya.
“Tapi Al, aku ke sini pengen ketemu kamu. Aku pengen ngejelasin semuanya sama kamu. Kenapa sih Al? kamu nggak bisa sedikit saja ngertiin perasaan aku?” Dito menjawab.
Heh, rasanya greget banget mendengar perkataan Dito. Aku menariknya keluar rumah. Aku ajak dia ke tempat dimana kita jadian tepatnya sebulan yang lalu. Aku duduk. Kami berdua sama – sama diam. Tapi otakku sedang berusaha keras untuk menata kata – kata yang tepat. Dit, aku minta maaf. Ah nggak cocok. Dit aku tahu hubungan kita nggak berarti apa – apa. Ah nggak pantas. Aha! Akhirnya ada juga yang bagiku pantas banget dan lumayan sopan.
“Dit, ingat nggak waktu kita jadian? Kamu bilang kamu bakal ngertiin aku, jaga aku…” aku mulai bicara. Dito mengangguk, memandangku. “Waktu itu aku bahagia banget mendengarnya.” Dito tersenyum padaku. Tapi semakin aku melihat senyumnya aku merasa muak.
“Alya aku juga ingat waktu itu kamu sampai nangis kan?” ucap Dito. Sialan! Batinku padanya. Masak dia buka kartu. Aku hanya mengangguk sambil menahan perasaan.
“Tapi Dit, kenyataannya?”
“Apa Al?”
“Kenyataannya lo nggak pernah ngertiin aku, lo ngak pernah jaga aku, nggak pernah merhatiin aku” aku emosi dan rasanya kata – kata itu keluar begitu saja alias bukan yang aku rancang.
“Alya!” Dito kaget mendengar perkataanku.
“Kamu nggak perlu heran Dit, aku paling benci dikekang, orang tuaku aja nggak pernah ngekang. Kamu? Aku cuma mau belajar Dit. Tugasku banyak. Empat hari aku harus nggak sekolah.”
“Gimana aku bisa tahu seabrek kegiatan kamu. Kamu nggak pernah ngasih aku waktu untuk tahu. Kamu selalu sibuk dengan urusanmu sendiri. Apa selama ini kamu juga pernah tahu apa saja urusanku? Apa saja masalahku? Enggak Al, nggak pernah. Dasar egois” aku nggak nyangka kalimat itu yang akan keluar dari mulut Dito.
“Apa penting Dit? Ada pentingnya ya kalau aku nanya kamu mau pergi ke mana sama teman – teman kamu? Selama aku sama kamu apakah kamu nggak berpikir untuk berubah? Aku ingin kamu berubah menjadi Dito yang sebenarnya. Bukan Dito yang urakan, bukan Dito yang merasa besar dengan nama gengnya.”
“Ah! Terserah lah. Aku memang nggak pernah bisa ngerti apa mau kamu” akhirnya Dito menjawab dan pergi meninggalkanku.
“Kamu memang nggak pernah ngerti apa mauku. Karena kamu nggak pernah mau tahu” aku berteriak. Tapi Dito sudah hilang ditelan keremangan malam. Aku kembali ke rumah menuju ruang belajarku. Marah, gondok, sebel, sedih, senang, bercampur jadi satu dalam benakku. Anehnya aku masih bisa konsentrasi melanjutkan mengerjakan tugasku. Bodo amat dengan semua yang baru terjadi.
***
Aku tersadar dari lamunanku tadi, nggak terasa ternyata sudah azan maghrib. Tanpa kusadari aku melamun hampir setengah jam.
“Alya ke masjid yok!” ajak Isna teman akrabku di OSIS yang saat ini sedang bersama melaksanakan kegiatan sosial dari sekolah di sebuah desa terpencil. Aku mengangguk dan berlari ke arahnya. Seusai salat, kami makan malam bersama di rumah kepala desa setempat. Aku memang pendiam, jadi aku hanya senyum kalau ada temanku yang membuat lelucon saat kami makan. Entah kenapa sejak aku melamun tadi pikiranku jadi terfokus pada Dito. Bahkan hingga saat ini.
“Kamu kenapa Al? dari tadi kulihat seperti ada yang sedang dipikirkan. Dito ya?” tanya Isna padaku selepas dari rumah pak kades. Aku mengangguk. “Sudahlah Al, pasti saat kamu pulang nanti sikapnya sudah berubah” hibur Asti padaku. Aku tersenyum, mungkin memang salahku kenapa aku mau jadi pacar Dito yang nota bene anggota geng yang sudah terkenal di sekolah dan suka bikin onar. Tapi aku ingin merubahnya, karena aku tahu dia sangat berpengaruh dalam geng itu.
Akhirnya saat tidur tiba. Dari tadi aku memang ingin merebahkan badanku, rasanya lelah banget seharian ini. Aku tertidur pulas setelah sebelumnya nelfon ayah sama ibu. Sekitar tengah malam aku terbangun karena handphone ku berdering.
“Halo, Assalamu’alaikum…” sapaku.
“Alya ya?” Tanya suara di seberang sana dengan tergesa – gesa.
“Iya” aku menjawab santai.
“Al, ini Adit teman Dito. Dito kecelakaan, dia terus mengigaukan nama kamu. Sekarang kamu di mana?” Tanya Adit.
Rasanya aku sudah tidak bisa bergerak lagi. Seluruh tubuhku lemas. Tak kuhiraukan lagi suara Adit yang kudengar dari handphone ku. Aku seperti setengah sadar, benar – benar seperti bermimpi ketika mendengar kalu Dito kecelakaan. Aku mulai menangis dan tak bisa kutahan sama sekali hingga sesenggukan. Suara tangisku menyebabkan Isna dan teman – teman cewek yang lain terbangun.
“Kamu kenapa Al?” tanya Isna panik melihat aku menangis.
“Dito, dia…” rasanya sulit sekali kukatakan karena tenggorokanku seperti tersumbat.
“Dia kenapa? Ngancam kamu?” tebak Isna.
“Dia kecelakaan, tadi Adit, temannya nelfon aku. Aku takut kalau semua ini gara – gara aku. Apalagi tadi Adit bilang kalau dia terus mengigaukan namaku. Aku harus ke sana Is.” Aku menceritakan tentang keadaan Dito pada Isna dan teman – teman yang lain. Isna memelukku dan menenangkan aku.
“Kamu boleh ke sana tapi besok saja ya, sekarang sudah tengah malam. Apalagi jalan yang dilalui adalah hutan. Pemukiman penduduk cuma ditemui delapan kilometer dari sini. Aku khawatir akan terjadi apa – apa.” Cegah Isna ketika aku memaksa untuk tetap pergi menjenguk Dito saat itu juga. Aku mencoba menuruti kata – kata Isna. Kemudian aku merebahkan tubuhku kembali. Tapi aku tetap nggak bisa untuk menahan sampai keesokan harinya. Aku takut sesuatu yang fatal bakal terjadi. Apalagi aku masih merasa bersalah pada Dito. Walaupun aku sempat benar – benar muak padanya, tapi aku toh pernah menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman dengannya. Jadi aku nggak mungkin membutakan mataku begitu saja untuk melupakannya. Mungkin sekarang Dito benar – benar membutuhkan kehadiranku.
Otakku masih berusaha keras untuk mencegah keinginan hatiku supaya pergi saat ini juga. Tiba – tiba handphone ku berdering lagi. Nomor yang sama, yang dipakai Adit kurang lebih setengah jam yang lalu.
“Hallo…” tenggorokanku tercekat begitu saja ketika menyapa panggilan tersebut.
“Ini Adit lagi. Please Al, kamu secepatnya ke sini. Keadaan Dito kritis banget. Dia sangat butuh kehadiran kamu” Adit memohon padaku. Aku tak menjawab. Langsung kututup panggilan itu. Keringat dinginku keluar deras. Aku langsung mengenakan jaket dan mencari kunci motorku. Tanpa pamitan pada semua teman – teman yang bersamaku. Aku pergi. Pikiranku benar – benar kalut, pamitan pun pasti tak diizinkan.
Aku mengendarai motor sendiri. Mencoba menerobos gelapnya malam dan dinginnya udara dini hari di tengah – tengah jalan yang berada diantara hutan lebat. Entah ada kekuatan dari mana, yang jelas dalam pikiranku saat ini hanya ada tentang Dito. Rasa bersalah dan takut kalau yang menyebabkan Dito kecelakaan adalah aku. Aku mngendarai motorku lebih kencang lagi. Tanpa terasa sudah separuh dari jalan yang dipagari hutan lebat kulalui. Tapi…rasanya aku ingin menangis dan ingin berteriak sekeras mungkin agar ada yang mendengarku. Bensinnya habis. Motorku tak dapat berjalan lagi. Mustahil untuk melanjutkan perjalanan tanpa kendaraan, pasalnya baru sepertiga perjalanan kutempuh. Aku hampir putus asa, apalagi aku berada seorang diri di tengah jalan yang dibentengi ribuan pohon. Aku merasa was – was.
Lalu tiba – tiba aku ingat kalau aku bawa handphone, kuraba saku celana, nggak ada, aku mulai panik, kubuka tas dan sungguh lega ternyata ada di dalam tas. Setidaknya dengan handphone ini aku dapat menghubungi seseorang. “Oh Good!” aku terperanjat, nggak ada signal sama sekali. Aku semakin panik, segala pikiran yang buruk tentang sesuatu yang agak mustahil merasuki otakku. Jangan – jangan ada sesuatu yang bakal menimpaku di tengah – tengah jalanan ini, atau juga jangan – jangan Dito nggak bisa bertahan. Walaupun aku mencoba menguatkan hatiku, tapi teramat berat.
***
Hampir dua jam aku berpikir keras dan mondar – mandir siapa tahu ada signal. Di sebelah barat, nggak ada. Sebelah timur, juga nggak ada. Sebelah utara nihil. Sebelah selatan, pupus sudah harapanku. Tapi, tiba – tiba ada deru suara motor dari arah utara. Aku takut dan buru – buru bersembunyi di balik pohon. Benar saja motor tersebut berhenti tepat di depan pohon dimana aku bersembunyi. Nafasku sudah tak karuan, apalagi pikiranku saat ini. Ah…penat rasanya ingin mati saja daripada mengalami sesuatu yang menakutkan.
“Alya…! Kamu dimana Al?” panggil seseorang.
Otakku mulai bekerja, berpikir suara siapa tadi yang memanggil. Setelah bolak – balik mikir disela – sela kepanikan, “Angga! Ya itu suara Angga” gumamku lirih setelah mengetahui kalau suara yang kudengar adalah suara Angga, ketua OSIS yang merupakan ketua rombongan dari acara kegiatan sosial yang aku ikuti.
“Alya…ini aku Angga, kamu dimana?” suara itu berulang.
Aku keluar dari persembunyianku. Mencoba menajamkan mataku melawan hitamnya malam supaya aku dapat memastikan bahwa suara tadi adalah suara Angga. “Syukurlah” ucapku lega ketika orang yang memanggilku benar – benar Angga.
“Angga” panggilku ketika aku berada di hadapannya.
“Alya, kenapa kamu nggak pamit? Lalu kenapa juga kamu berhenti di tengah – tengah jalan kayak gini? Bahaya Al…” Angga khawatir.
“Bensinku habis, aku nyoba hubungi Isna tadi tapi nggak ada signal di sini. Tadi aku sembunyi takut kamu tukang begal dan bakal membunuh aku” jawabku jujur.
“Harusnya kamu beritahu aku atau yang lain kalau mau pegi. Kita di sana itu panik banget mikirin kamu” ucap Angga sambil memegang pundakku.
“Maaf Ngga, tapi ini darurat. Aku pikir percuma saja aku pamit, pasti nggak akan diizinkan. Sekarang antar aku ke rumah sakit Ngga, aku nggak mau terlambat” pintaku pada Angga.
Akhirnya Angga mengantarku.
***
Azan subuh sudah berkumandang ketika aku tiba di rumah sakit. Aku langsung bertanya pada resepsionis. Di depan kamar tempat Dito dirawat terlihat sepi. Aku berjalan takut – takut. Kuintip dari pintu, di dalam begitu banyak orang. Orang tua Dito dan teman teman Dito se genk. Aku masuk dan semua mata tertuju padaku. Kulihat mama Dito menangis di pelukan papa Dito. Teman – temannya pun diam. Aku takut, was – was, bahkan aku tidak menghiraukan Angga yang mengantarku. Aku larut dalam perasaanku sendiri.
Ketika aku melihat Dito terbaring di bangsal dalam keadaan yang sangat memperihatinkan, aku tak kuasa menahan air mataku. Aku menghampiri Dito dari dekat, di sebelahnya. Dito tak sadarkan diri, tapi sesekali kudengar dia mengigaukan namaku. Air mataku mengalir semakin deras. Kupegang tangan Dito, aku berdoa agar dia segera sadar dan membuka matanya melihatku ada di sampingnya. Rasanya begitu lama aku menunggu Dito sadar, tapi kurasakan di telapak tanganku seperti suatu sentuhan. Jari Dito bergerak, dia sadar.
“Dito” ucapku lirih hampir tak terdengar bahkan oleh diriku sendiri.
“Al…ya” panggil Dito lemah. Belum sempat kujawab orang tua Dito sudah menghampiri. Aku biarkan Dito memegang tanganku, belum pernah kurasakan dia begitu kuat memegang tanganku seperti saat ini.
“Papa, Mama, Alya” ucap Dito
Aku mengangguk pelan sambil terus menangis. Mama dan papanya memeluk.
***
Walaupun keadaan Dito masih begitu kritis, tapi semua yang ada di situ termasuk aku merasa lega karena dia sudah sadar. Tapi tiba – tiba saja detak jantungnya lemah dan dia menggenggam tanganku semakin kuat.
“Al, maaf atas semua” ucapnya padaku sambil memandangku. Aku mengangguk miris melihat betapa sulitnya dia berbicara.
“Aku sayang sama kamu” itulah kata terakhir yang aku dengar keluar dari mulut Dito setelah dia sadar. Karena setelah itu dia kembali tak sadarkan diri.
Tim dokter langsung menanganinya, aku bahkan nunggu sampai siang. Hampir jam sepuluh siang ketika tim dokter keluar dari kamar rawat Dito. Benar – benar seperti petir yang menyambarku di siang bolong ketika kudengar bahwa Dito telah kembali ke pangkuanNya. Kakiku seperti lemas tak bertulang. Aku langsung terduduk dilantai tak menghiraukan teman – teman Dito yang menenangkanku. Aku merasa begitu bersalah, merasa bahwa yang menyebabkan semua ini adalah aku. Ternyata memang kata – kata yang terakhir Dito ucapkan benar – benar kata yang terakhir kudengar darinya. “Dito, maafkan aku” batinku. Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi karena aku pingsan. Bahkan aku tidak ikut ke pemakaman Dito. Yang aku tahu setelah aku sadar, banyak sekali orang di sekelilingku, mereka teman – temanku dan juga teman – teman Dito. Aku tak bisa berkata apapun karena aku masih teringat terus dengan Dito yang belum lama pergi.

***

Mimpi (Ketika Ajal Tak Pernah Berkompromi Dengan Waktu dan Rasa Takut)

Aku tersentak. Kaget. Tidak terlalu heboh sih, cuma si Bundel yang lorek abu – abu melompati tubuhku. Kucing peliharaanku itu seenaknya saja jumping. Padahal aku lagi asyik – asyiknya menikmati tayangan sinetron bersama ibu. Ah...dasar kucing! Nggak tahu orang lagi serius.
“Kau dilangkah kucing Mi?” tanya ibu padaku dengan raut wajah yang menurutku...aneh, aneh banget.
“Iya, kenapa memangnya Bu?” jawabku polos dan balik bertanya.
“Tidak apa- apa, makanya jangan sambil tiduran gitu” lalu ibuku tak berkata – kata lagi. Aku pun kembali enjoy menikmati sinetron favoritku itu.
Aku anak bungsu dan hanya punya satu kakak perempuan yang sekarang sedang kuliah. Di rumah aku tinggal bersama Bapak, Ibu, dan kakek yang biasa aku panggil Mbah Kakung.
Seperti biasa, setiap pagi ketika ayam berkokok dan cahaya putih di langit sudah mulai tampak, rumah ini mulai hangat dengan kesibukan penghuninya. Ibu sedang sibuk menanak nasi di pawon dan beriap – siap masak, juga menjerang air untuk mandi Mbah. Bapak pun sudah sibuk dengan ayam – ayamnya. Aku tak kalah sibuknya, setelah sholat subuh dan tadarus tadi, aku membaca buku pelajaran sebentar. Habisini aku akan membantu bapak sebentar makani ayam. Entah kenapa aku lebih suka berbaur dengan ayam – ayam yang diternakkan Bapak, berbaur dengan kotoran – kotorannya dan aku senang membersihkan kandang daripada masak di dapur bersama Ibu. Jika Mbah menegur, aku hanya menjawab “ doakan Umi menjadi insinyur ya Mbah”, kemudian akan kulihat Mbah tersenyum dan tangannya akan mengelus kepalaku.
Aku telah selesai mandi. Kukeluarkan sepeda ontel ke halaman. Ketika akan masuk kembali ke kamar untuk mengambil tas, samara – samara kudengar percakapan Ibu dan Mbah Kakung.
“Makanya Nur, anak itu dijaga yang hati – hati” suaraMbah Kakung terdengar sedikit murka.
“Wong Nuning ndak tahu Pak, kejadiannya tiba – tiba” takut – takut ibu mengeluarkan suara. Pernah juga ibu dimarahi sama Mbah karena waktu itu mengungkapkan niatnya untuk merenovasi rumah yang kami diami.
“Pokoknya sekali tidak ya tidak Ning, ingat umur rumah ini sudah tua. Terlalu beresiko bila kau mau merubahnya. Penunggunya pasti akan marah” Mbah berkata dengan suara keras.
“Tapi bukan merubah Pak, hanya memperbaiki bagian yang dirasa perlu. Jika tidak diperbaiki malah akan lebih beresiko karena banyak tiangnya yang keropos dimakan rayap” tapi lagi – lagi ibu dibentak. Sejak saat itu aku tak pernah mendengar lagi ibu menyampaikan niatnya tersebut. Apalagi Bapakku, aku belum pernah mendengar beliau menyampaikan uneg – unegnya pada Mbah. Jika berbicara pada Mbah juga dengan nada yang sangat halus dan hati – hati.
Diam – diam aku menguping diskusi Mbah dan Ibu pagi ini. Kutempelkan telingaku pada dinding kamar yang terbuat dari kayu yang kian hari kian termakan usia.
“Dia itu cucu yang paling aku sayangi. Biarpun ada Nurul mbakyunya, tapi Umi yang paling aku sayangi” ucap Mbah. Aku tak mendengar ibu bicara dan sepi, mereka tidak bicara lagi.
Aku tak meneruskan aksi pengupingan itu, biarlah apapun yang dibicarakan tadi, mungkin memang tentangku. Biar nanti kutanyakan pada Ibu.
Aku pamit. Kukayuh sepedaku menuju sekolah yang jaraknya kurang lebih 3 kilo dari rumahku. Bersama teman – teman, aku melewati jalan desa yang di kanan kirinya terdapat kebun jeruk dan melati. Kadang – kadang ketika musim panen jeruk tiba, kami diberi jeruk oleh pemiliknya. Satu – satu tiap anak. Luar biasa bahagia ketika kami ulurkan tangan untukmenerima jeruk tersebut. Biasanya ketika pulang sekolah kami memang sudah benar – benar haus dan lapar. Hal ini tak mungkin bisa kulupakan dan tertanam di memoriku selama hayat.
“Pak tadi malam Umi mimpi ketemu almarhum Mbah Putri” aku bercerita pada Bapak ketika bersama – sama dengan beliau membersihkan kandang, minggu pagi.
“Wah...seneng dong Mi, disun ndak sama Mbah?” Bapakku yang senang bergurau menanggapi.
“Ya iya Pak, wong Umi sampai sungkem segala. Soalnya mimpi Umni ketemu Mbah Putri tadi malam karena Umi nikah.
“Kecil – kecil kok ngimpinya nikah” bapakku tertawa.
“Wong hanya mimpi” jawabku.
Tiba – tiba Mbah Kakung muncul dan bertanya padaku apa yang tadi aku perbincangkan dengan Bapak. Kujawab seperti yang kuceritakan pada Bapak. Mata cekung Mbah yang sudah hampir enam lima itu membelalak hampir melompat keluar. Pipi kempotnya menegang. Kemudian Mbah masuk ke dalam rumah dan memanggil ibu.
“Kenapa sih Pak, akhir –akhir ini Mbah sering marah sama ibu? Tanyaku polos.
“Ndak apa – apa Mi, Mbahmu itu kan sudah usia lanjut, jadi maklum saja lah!” jawab Bapak sambil mengelus kepalaku yang terbalut jilbab kaos.
“O iya Pak, kemarin surat kiriman dari Mbak Nurul datang. Tapi Umi lupa belum memberitahu Bapak sama Ibu. Masih rapi di tas Umi” aku memberitahu Bapak tentang kedatangan surat Mbakyuku , Nurul Fatimah, yang saat ini sedang kuliah di STAN. Alhamdulillah sudah tingkat tiga dan sebentar lagi wisuda. Setelah itu aku tidak tahu Mbak Nurul akan ditugaskan di mana. Tapi yang membuatku bangga adalah dia sudah janji akan membiayai kuliahku setelah aku lulus dari Aliyah, insya Allah setenagh tahun lagi.
“Aduh, kamu kok baru bilang Mi? Bapak sudah kangen sekali sama Nurul, ayo mana suratnya?” Bapak meletakkan sapu yang sedari tadi beliau genggam dan menarik tanganku, kemudian melangkah ke dalam rumah.
Di rumahku sedang sangat ramai. Beberapa ibu tetangga membantu masak. Nanti malam akan ada yasinan dalam rangka memperingati nyedekah atau nyewu dina almarhum Mbah Putri. Entahlah kenapa Bapak sama Ibu yang mengerti syariat islam kok sampai mengadakan nelung dina, mitung dina, matang puluh, nyatus, dan nyedekah. Suatu acara selamatan untuk orang yang sudah meninggal. Mungkin karena adat desaku yang seperti itu. Jikalau ada keluarga yang tidak mengadakan acara selamatan itu maka akan dianggap tidak menghormati arwah. Begitulah kiranya pemahaman Mbah Kakung juga.
Aku sendiri heran, entah norma sosial apa yang mereka terapkan. Masak kalau ada orang mati yang tidak diselamati, banyak warga yang bilang “ pengen mlarat apa? Arwah kok ndak dihormati!” Ah...warga di sini terlalu percaya takhayul. Aku senang bila bulan Ramadhan tiba. Karena biasanya ada anak – anak dari pesantren yang mandah di sini selama hampir satu bulan. Setidaknya mereka akan memberi penegertian kepada masyarakat di desaku tentang agama dan juga mengajari anak – nak serta remaja mengaji Al- Qur’an.
Aku menghampiri Mbah Kakung yang sedang menikmati lintingan tembakau. Dihisapnya dalam – dalam kemudian dikepulkan asap denagn bau tembakau dari mulutnya yang sudah ramping karena giginya tinggal beberapa. Walau kadang beliau aneh, tapi Mbah KAkung adalah sosok yang aku kagumi. Mbah rajin beribadah, Tapi anehnya kenapa Mbah masih percaya dengan hal – hal yang berbau takhayul. Masih ingat kan ketika ibu menyampaikan rencananya untuk merenovasi rumah ini? Mbah bersikukuh tidak memperbolehkannya karena beliau bilang rumah ini ada penunggunya. Ya... bagiku memang ada penunggunya yakni Aku, Bapak, Ibu, Mbah Kakung, dan Mbak Nurul kalau kebetulan sedang di rumah. Dulu ada juga Mbah Putri sebelum beliau kembali ke rahmatullah.
Sebelum aku sampai di tempat duduk Mbah Kakung, beliau sudah mengetahui kedatanganku. Kemudian suara tuanya memanggilku. Aku duduk di depan beliau.
“Cah ayu, kamu ada kejadian aneh ndak setelah ngimpi jadi manten minggu lalu?” Mbah memandangku lekat – lekat. Kuyakin ada suatu hal yang serius.
“Maksud Mbah?” tanyaku menyiratkan ketidakmudenganku.
“Waktu itu ibumu bilang kalau kamu dilangkahi sama kucing sewaktu nonton TV. Kamu juga bercakap sama bapakmu kalau kamu ngimpi ketemu Mbah Putri karena dalam mimpi itu kamu jadi manten” jelas sosok enam puluh lima tahun yang masih saja menikmati lintingannya dan tidak menghiraukan aku yang tidak nyaman dengan asapnya.
“Iya Mbah, tapi Umi tambah tidak paham degan pertanyaan Mbah. Tapi selama ini Umi ndak pernah ngalami hal – hal yang aneh “ aku justru bertambah bingung dengan pertanyaan Mbah.
“Ya syukur lah Mi, kalau kamu ndak ngalami yang aneh – aneh ya sudah, sekarang bantu ibumu nyiapi tempat” suara tua Mbah terdengar lega tapi justru membuatku penasaran. Masak hanya soal dilangkahi kucing sama mimpi ketemu Mbah Putri saja kok jadi masalah buat Mbah.
Sepulang sekolah keesokan harinya aku baru mengerti kenapa akhir – akhir ini Mbah berlebihan memperhatikanku. Aku baru menyadari ternyata Mbah Kakung terlalu memaknai apa yang aku alami. Tentang kucing yang melangkahiku, tentang mimpi jadi manten. Ah...Mbah terlalu paranoid. Beliau terlalu percaya takhayul. Padahal, setelah kejadian itu pun aku sama sekali tidak pernah mengalami peristiwa aneh. Aku baru tahu kenapa Mbah sering uring – uringan terhadap ibu. Bicara ini itu tentang aku. Tentang cara memperhatikan cucu. Mbah, Mbah, kau begitu sayng padaku sampai – sampai kepercayaanmu itu membuatmu tak tenang memikirkanku.
Menurut kepercayaan orang – orang di desaku kalau ada orang yang dijatuhi cicak, maka orang itu akan sial. Kalau ada kupu – kupu yang masuk rumah, mereka percaya kalau akan ada tamu berkunjung. Jika mimpi melihat ular, katanya akan dapat rejeki. Nah, apa yang akau alami yakni kelangkahan kucing dan mimpi jadi manten...menurut kepercayaan orang – orang termasuk Mbah Kakung, katanya...tanda – tanda kalau kita sudah dekat dengan ajal alias mati! Setidaknya begitulah kata – kata sahabatku, Ratmi, yang menjelaskan tentang semua itu padaku saat di sekolah.
Aneh! Bagiku benar – benar sesuatu yang diluar nalar. Ada – ada saja kepercayaan mereka itu. Bukankah rezeki, jodoh, dan kematian itu adalah rahasia Allah swt. Kita hanya menjalankan apa yang Dia perintahkan dan menjauhi laranganNya.
Aku sudah berkeliling rumah, tapi begitu sepi. Kuketuk pintu dan kuucap salam beberapa kali, tapi tak ada sahutan dari dalam. Biasanya jam pulang sekolah seperti ini Ibu di rumah. Bapak juga biasanya sudah pulang dari sawah. Kenapa sih?
“Mi, ada titipan kunci dari ibumu. Ibu sama Bapakmu tadi nyewa mobil buat ngantar Mbahmu ke rumah sakit. Tiba – tiba tadi Mbahmu mengerang kesakitan” jelas Pak Roso, tetanggaku, sambil menyerahkan kunci rumah. Aku masih agak kurang percaya kalau ibu sama bapak sedang mengantar Mbah ke rumah sakit.
“Matur nuwun Pak” ucapku sambil menerima kunci rumahku.
Langsung kuganti seragam sekolahku dengan baju biasa. Setelah itu, kembali kukayuh sepedaku menuju terminal. Aku akan menyusul ke rumah sakit. Kata Pak Roso tadi, Mbah dibawa ke rumah sakit islam. Terminal masih cukup ramai. Kutitipkan sepedaku di salah satu toko yang aku kenal baik pemiliknya adalah orang tua salah satu sahabatku di Aliyah.
Kulangkahkan kakiku cepat disepanjang lorong rumah sakit yang hanya ada bau obat, membuatku mual. Tempat seperti ini kok laris habis. Uh...sempat – sempatnya ditengah – tengah kepanikan aku masih berpikir tentang rumah sakit ini. Kulihat ibuku dengan kerudung birunya duduk di samping Bapak. Semakin kupercepat langkah.
“Ada apa Bu?” tanyaku tak sabar ingin tahu kronologi yang sebenarnya.
“Mbahmu tiba – tiba mengerang kesakitan” suara ibu terdengar lemah ditelingaku. Bapak hanya diam. Aku mengintip ke dalam sebentar. Dokter sedang memeriksa keadaan Mbah. Ah...wajah Mbah tampak tenang. Aku tak melihat tanda – tanda sakit. Selama ini Mbah juga tak pernah sakit. Jangan – jangan....
Dokter yang memeriksa kondisi Mbah keluar. Aku langsung mengikuti ibu dan bapak menghampirinya.
“Maaf Bu, kami sudah berusaha” suara Dokter tertahan.
Sekitarku gelap.
Aku hanya mampu menelan ludah dan membiarkan tangisku berurai. Mbah yang begitu menyayangiku. Melebihi sayangnya pada Mbak Nurul. Mbah yang begitu memperhatikan keselamatanku. Mencemaskan kematianku, tapi ternyata ajal itu telah menjemputnya lebih dulu. Mbah kini telah mempunyai rumah abadi di sana. Di bawah gundukan merah yang baru saja kutinggalkan.
Mbah, apakah saat kau mengerang sakit, kau sedang menyaksikan malaikat Izrail sedang mengahamparkan kain kafan untukmu?