Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Minggu, 27 Februari 2011

GUBRAKK (bagian 2)

Selama satu minggu ini menjadi penghuni tetap LSI (lokasi: ruang thesis, meja yang paling dekat dengan AC). Akhirnya memutuskan untuk mengambil studi livelihood, setelah merasa pikiran seperti stuck tingkat akut.

"Yakin siap tanggal 8?"
"Yakin pak, saya berusaha." berharap semoga dosenku tidak kecewa punya mahasiwa bimbingan yang sudah nampak begitu hopeless.

Proposal dan kolokium menjadi momok yang sempat menakutkan bagiku, tidur tak nyenyak, makan tak enak.. bahkan sampai curhat sambil mewek. Hobi dengerin musik tiba-tiba luntur, dunia sunyi. selama 3 hari full di LSI tapi hasil nol besar, kerangka berpikir acak adul dan ga nemu2. STRESSS rasanya. Sampai akhirnya diskusi sana-sini, baca ini itu, dan meskipun sangat sederhana: ketemu juga tuh kerangka pemikiran penelitian gw. Satu yang bikin lega, setelah kerangka pikir ada... bagian-bagian lainnya juga terselesaikan. Kupikir, memang kenyataannya gw harus bersenang-senang dengan proposal ini, dengan persiapan penelitian yang cukup njelimet. Toh bukan gw aja yang ngrasain, semua teman sejurusan gw juga ngrasain hal yang sama. Semoga dengan proses yang begitu 'indah' ini, hasilnya pun bisa spektakuler dan bermanfaat.

Finally, i decided: LIVELIHOOD SUSTAINABILITY RUMAHTANGGA PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG

Rabu, 23 Februari 2011

GUBRAKK

Selasa pagi, setelah begadang hingga pukul 3 dini hari...

Terburu-buru masuk kamar mandi untuk mengambil air wudhu, ibadah Subuh sudah kelewat siang dibanding kokok ayam meskipun suaranya tak pernah kudengar di lingkungan kosanku. Ada janji pukul delapan pagi untuk bertemu dengan dosen pembimbing skripsi. setelah solat aku berpikir dan membuka-buka kembali catatanku perihal penelitian skripsi. Rasanya proses begitu panjang:

-Semester 3 harus bikin tulisan ilmiah yang dijadikan tugas akhir sebelum UAS di mata kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah

-Semester 5 harus penelitian kecil-kecilan di masyarakat dan membuat proposal 'bayangan' skripsi secara individu.

-Semester 6 harus mengambil mata kuliah KKP (kuliah kerja profesi), tujuannya untuk elaborasi masalah di masyarakat dan bersama-sama memecahkannya. Tujuan khususnya lagi 'semoga' memeperoleh topik untuk skripsi dan bisa embali lagi ke lokasi.

-Semester 7 pontang-panting ari referensi studi pustaka yang harus selesai satu semester. Aku sendiri baru bisa dapat topik setelah sebulan semedi dan mencoba mencari apa yang menjad minat studiku. Teng teng: diperoleh satu judul "perubahan struktur sosial ekonomi di desa dataran tinggi", draft 1 dan 2 disetujui. Rumusan masalah sudah oke. Draft 3 ketika hampir final: sebaiknya judulnya diganti (otomatis ada pembahasan yang harus menyesuaikan)--> "perubahan struktur agraria di desa dataran tinggi". Akhirnya 29 Januari 2011 disahkan sebagai studi pustaka TURASIH. walaupun kurasa ada yang aneh dengan pembahasannya (minatku ke bidang agraria tidak terlalu bagus).

-Masuk semester 8, label mahasiswa semester akhir menguatkan stigma untuk segera lulus. setelah nilai semester 7 keluar, hasrat untuk segera menyelesaikan proposal penelitian membuncah. Lagi-lagi, penelitian kepentok pada metode yang diharuskan menggunakan pendekatan kuantitatif. Setelah penjajagan ke lokasi penelitian, perubahan strukur agraria di desa dataran tinggi terlalu riskan jika harus dikuantitatifkan (atau sepertinya aku yang masih terlalu tolol). Berhari-hari dipusingkan dengan sebaiknya apa yang harus aku ambil untuk skripsiku. Oh my God, di satu sisi pengen cepet lulus dan di sisi lain AKU NGGAK MAU PUNYA KARYA YANG ECEK-ECEK. Bukan berarti perfeksionis, tapi nggak pengen sia-sia masa belajar selama 4 tahun. Dan hari ini (selasa), akan kudiskusikan kebingunganku dengan dosen pembimbing skripsiku.

Daaannnnn... Jam 8 dengan langkah cepat berjalan ke ruangan dosen. Menunggu kurang lebih lima belas menit, dosen mempersilahkan masuk. Curhat pun dimulai...

"Bapak, saya kesulitan jika harus mencari data perubahan struktur agraria. Saya harus menentukan momen perubahan yang dijadikan titik analisis data nantinya."
Sungguh merasa sedang pengakuan dosa. Dosen pembimbing mejawab dengan bijak dan menanyakan alasannya..

"Saya sudah studi penjajagan, dan karakteristik lokasi penelitian kurang tepat dengan tema itu, saya juga kesulitan untuk metode yang diharuskan kuantitatif, sedangkan untuk penelitian struktur agraria tersebut lebih cenderung kualitatif" nampaknya dosen pembimbing memahami problemku (atau sebenarnya miris, betapa bodoh mahasiswa bimbingannya:().

Kemudian kulanjutkan curhat:
"Tiga hari ini saya berpikir keras untuk menentukan arah studi saya pak, saya berpikir untuk meneliti tentang pola relasi aktor."

Kening dosenku berkerut (mungkin semakin miris dengan pemikiranku). studi pola relasi aktor terlalu makro untuk tataran S1. Aku diam dan memeras otak...

"Mungkin amu bisa spesifikkan aktor menjadi petani laki-laki dan perempuan" kata dosenku.

GUBRAKKK.. studi Gender adalag salah satu studi yang paling aku hindari. Tidak terlalu tertarik, dan akan jadi fatal kalau aku ambil. Aku tidak berminat.

"Maaf Pak, tapi saya kurang tertarik dengan studi gender."
[Maaf pak , jika saya terlalu bodoh untuk saat ini, saya hanya tidak mau penelitian saya hasilnya amburadul].

DAN SAMPAI DI UJUNG CURHAT...
Aku masih harus menentukan arah penelitian yang lebih kuantitatif.


to be continued...

Senin, 21 Februari 2011

AFTER THE PHONE

Dalam riuh rendah perasaan ini, aku mencoba untuk tetap percaya dengan cinta yang kau ajukan. Aku tidak ingin menjadi yang terpilih karena permintaanku, aku ingin menjadi terpilih karena kapasitasku-karena aku memang pantas untukmu-. Tapi kita hanya perencana, tak bisa menggugat kenyataan jika suatu waktu habis kesempatan kita untuk saling bermanja sebagai sepasang kekasih. Tuhan punya rencana yang jauh lebih indah dari jangkauan kita, dan yakinlah bahwa apapun yang kita usahakan adalah sebuah cara atas keyakinan kita pada kekuasaanNya.

Berhari-hari aku memanggilmu dengan panggilan sayang, penuh cinta, dan semangat. Berhari-hari pula aku merasa terisi dengan keramahan dan keceriaanmu. Berhari-hari kunikmati persaan yang Dia anugerahkan dengan sukacita dan senyum semangat. Dan, aku belajar, bahwa semua itu harus dibumbui dengan tangis, penyesuaian, pertengkaran kecil, bahkan saling diam.

Kau tak perlu mengukur seberapa besar cinta dan sayang ini, tak perlu pula merajuk memintaku mengatakan ‘i love you’. Dalam diam pun ingin kusandingkan doa terbaik untukmu bersama tasbih dan tahmid yang terlantun setelah curhatku dengan Tuhan. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kecukupan yang biasa, bukan kemewahan yang menjadikan kita buta.

Saat aku menuliskan ini, jarum panjang sudah hampir menunjukkan pukul tiga dini hari, dan aku belum sedikit pun berminat untuk memejamkan mata. Perbincangan denganmu empat jam yang lalu, membuatku memunculkan empati yang mengantarkan rasaku untuk semakin jatuh pada cintamu. Pada ketulusan yang hangat, pada setiap kejujuranmu yang memikat. Aku terpacu untuk menuliskan banyak hal tentangmu, tentang kesederhanaanmu yang membuatku mencinta terus menerus. Dan, kuharap, kita bisa menghadapi semua ini dengan segenap kesungguhan hati yang membuat kita kuat dan yakin: terus untuk menghadapi semua ini bersama adalah pilihan kita.

Rabu, 16 Februari 2011

REMEMBER YOU


Hari ini, akhirnya kita akan bertemu setelah sekian lama hanya bisa melantunkan rindu melalui gelombang suara. Seperti apa kamu sekarang sayang? Masihkah dengan polahmu yang membuatku jatuh hati sejak pertemuan kita yang pertama dulu? Susah kuutarakan seperti apa kamu, masihkah dengan pesona kesahajaanmu yang membuatku memendam kagum selama bertahun-tahun sejak pertemuan kita yang pertama, dulu? Atau seperti apa kamu sekarang, sosok yang bisa membuatku berada di suatu kondisi bernama jatuh cinta?

Kepada kamu, cinta itu,
Ingin kuawalkan dan kuakhirkan


Sayang, seringkali aku tersenyum sendiri mengingat tingkahmu atau saat membuka kembali pesan-pesan singkatmu di handphoneku. Aku tak bisa sembunyikan bahagiaku saat malam kamu menelponku dan bilang ”aku kangen”. Dan hari ini, beberapa jam sebelum kita bertemu, aku berusaha mengumpulkan energi lebih supaya aku tidak kaku saat menatapmu. Ini adalah kali pertama aku menjumpaimu dalam suasana pribadi, bahkan ini adalah kesempatan pertama yang meyakinkanku bahwa kau nyata. Mencintai dan dicintai bukan lagi mimpi yang aku idamkan tapi menjadi realita yang ingin kita bangun bersama.

Sepertinya wajahku bersemu merah, jantungku berdetak melagukan rasa bahagia yang aku sendiri bingung apa maknanya. Kau tersenyum dari jauh dan kulambaikan tanganku ke arahmu. Rasa-rasanya aku ingin segera menyongsong hadirmu dengan salam hangat dan kecupan takzim di punggung tanganmu. Tapi aku harus melambatkan gerakanku supaya salah tingkahku tak terlihat. Kucium punggung tanganmu yang penuh dengan kerja keras itu, tangan yang semakin mengukuhkan pendirianku untuk tak hanya mencintaimu, tapi juga menghormatimu.

Akhirnya tiba juga saat kita bercerita, sungguh seperti mimpi yang menjelma nyata....

Saat aku merasa begitu lelah, suaramu seperti aspirin yang melegakan rasa pusing di kepala ini. Kau begitu istimewa, tak cukup kata untuk mengungkapkan betapa aku mencintaimu. Aku jatuh cinta pada teduh matamu yang memancarkan ketulusan hati dan niatmu. Teduh mata yang menyejukkan dan meruntuhkan keegoisan. Tutur katamu begitu lembut dan mempesona pendengaran, tapi tidak picisan.

Berhari-hari dalam dekapan rindu atasmu, membuatku ingin semakin mendekati Tuhan. Jika ada kata terima kasih yang bisa kusampaikan, barangkali tak cukup untuk mewujudkan syukurku atasNya yang telah memberiku kesempatan meraih kasih dan cintamu. Kau yang meruntuhkan gerbang penantianku akan cinta. Kau menjelmakan ketulusan dalam setiap tindakan, mewujudkan kelembutan dalam setiap ucapan.

Sayang, ingatkah dengan deras hujan yang mendera perjalanan jauh kita malam itu? Perjalanan yang membuat kita gigil dalam dingin, tapi itu adalah pintu yang mengawali kebersamaan kita. Perjalanan itu membuat kita mengerti, bahwa jalan menuju kebahagiaan bisa jadi tak semulus harapan kita. Tanpa kita sadari di tengah jalan bisa muncul hambatan, entah kerikil yang terserak dan membuat roda kehidupan kita oleng, atau pun hembusan angin yang membawa hujan deras tepat menerpa wajah kita. Cobaan itu pasti terjadi, karena Tuhan menjanjikan kebahagiaan dengan perjuangan. Aku berdoa dan akan berusaha sebaik-baiknya untuk menyusun kebahagiaanku bersamamu. Berharap, semoga kita bisa mengalunkan melodi dan irama cinta di setiap helaan napas yang kita hirup.

“Wahai Sang Pencipta Hawa dari tulang rusuk kiri Adam, jadikan dia akhir pencarianku akan asal tulang rusuk kiriku. Amin.”
-------------------------------------------------------------------------------

P.S. Untuk AF, terima kasih atas ketulusan, keteduhan, dan kasih sayang yang senantiasa terjaga.