Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Minggu, 04 Oktober 2009

ODE UNTUK AYAH

Kau menopangku dengan kuatmu
Memapahku dengan caramu
Bersihkan lukaku dengan ikhlasmu
Suapkan kebajikan untuk tegapnya langkahku
Membantuku terus berdiri menantang terik
Melindungi tubuhku dari serangan dingin

Kau menuntunku
Kuatkanku
Sadarkanku
Mendidikku

Betapa kusadari kini,
Bahwa aku sangat mencintaimu
Berhasrat terus membahagiakanmu

AYAHKU...

HANYA LEWAT KATA

Kau datang lagi memberi semangat yang kemarin sempat tertangguhkan. Semangat yang lunglai karena pelik pengalaman yang mencekam. Kau membantuku menikmati takdir yang bergerak bebas. Kau ajariku untuk perpesan pada hatiku pada hatiku demi suatu masa. Katamu, aku wanita. Meskipun tubuhku ringkih dan lemah, tapi hatiku sekuat baja. Ya, itu adalah kata-kata Elizabeth. Akhirnya kusadari, kubiarkan danau tangis yang selama ini kubendung menjadi kering. Biarkan saja aku menjaga kata untukmu tanpa tangis lagi.

Malam ini, aku bertamasya bersamamu lewat kata-kata. Kita berjalan menuju dermaga. Menyusuri liuk tikung jalan yang serupa dengan geliat cacing. Licin dan tak tergambar. Kita terus berjalan -lewat kata- hingga sampai pada lembah subur tempat kata ditanam. Kau sarankanku tetap berada di kesejukan lembah, agar aku nyaman. Tapi bukankah di manapun aku tetap membayar pajak meskipun hanya satu helaan napas? Aku ingin kau membiarkanku menggandeng tanganmu –lewat kata- hingga sampai dermaga.

Meski rasanya bersamamu membuatku damai, tapi ternyata ada kalanya aku pun ingin sendiri. Dalam kesendirian aku bisa membayangkanmu dan tersenyum karenamu. Kau bisa menata kata-kata untuk esok hari saat aku bertemu denganmu lagi. Aku, kata-kataku akan menemanimu. Menggandengmu saat pagi datang sebagai bukti kesiapan setelah lelah diserap malam. Kelak, siang akan menjinjing langkah kita saat pundak merasa berat menanggung beban diri. Kita akan bersama –meski dalam kata- menaklukan raja hari dan hentak angin.

Dalam kata, kau terus bersamaku. Menemaniku di tengah padang yang tak berpohon. Meski hidup menjadikan kita beda. Kita bisa bergerak jika ada jarak, saling menyayang jika ada ruang.*

* Dewi Lestari dalam Supernova

WAKTU

Tik tok
Tik tok
Tik tok
Tik tok
Tik tok
Tik tok
Tik tok
Terus berjalan

SATU

Kuketuk hatimu dengan iringan ucapan salam yang akhirnya mampu menyapamu dalam kebimbanganmu. Kujabat tanganmu dengan sebuah tundukan untuk menghormatimu. Kemudian kau persilakanku duduk dengan seulas senyuman yang menyisakan kehangatan di hatiku. Kemudian kita bercerita, tentang setiap waktu yang telah terajut menjadi rajutan jam, sulaman hari, hingga akhirnya terbentuk syal cantik yang kusebut tahun.

Kujadikan kau satu. Satu saja untukku. Demikian, walau aku tak pernah menunggalkanmu. Karena tunggal bagiku hanya milik tuhan. Gelap peduliku. Biarlah kau menjadi ada sebelum masa binasanya. Apapun dan siapapun. Aku tak peduli kau bertuhan tapi atheis atau atheis yang bertuhan. Yang kuingin, kau satu. Satu saja untukku.

Kata bisa satu, tapi laku tak mampu. Entah takdir. Entah pula nasib, atau juga hanya perkara waktu. Yang jelas, bagiku, saat ini kita bukan sekedar seonggok cerita usang. Apalagi kau, kau nyata, bukan dongeng atau legenda. Kita pernah menjadi seikat dalam simpul temali yang tak mati. Kita pernah berada dalam sebuah jalinan yang kita sebut entah. Saling melepaskan, membebaskan.

Jika ini adalah takdir, bolehkah aku meminta Tuhan merubahnya? Jika ini adalah nasib, bolehkah aku memperjuangkannya? Jika ini sekedar perkara waktu, apakah cederanya pada hitungan yang berbilang 8.553.600 detik itu?

Aku merindumu pada sisi ketidakrelaan, maka aku tak acuhkannya. Aku pun merasa mencintaimu pada sisi kebencian, maka aku pun membantahnya. Barangkali memang benar, jalinan ini tepat disebut entah. Kau, meski sekarang tak kujadikan satu lagi, tapi kau pernah satu bagiku. Sekarang, kau bukan lagi satu untukku. Kau adalah kau dengan dirimu, kelebihan dan kekuranganmu akan senantiasa membuat kau istimewa.