Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Sabtu, 23 Januari 2010

Rindu Setengah Mati - D'Masiv

D’Masiv feat. Kevin Aprilio – Rindu Setengah Mati (OST Kejora dan Bintang)


aku ingin engkau ada di sini

menemaniku saat sepi

menemaniku saat gundah


berat hidup ini tanpa dirimu

ku hanya mencintai kamu

ku hanya memiliki kamu


reff:

aku rindu setengah mati kepadamu

sungguh ku ingin kau tahu

aku rindu setengah mati


meski tlah lama kita tak bertemu

ku selalu memimpikan kamu

ku tak bisa hidup tanpamu


repeat reff


aku rindu setengah mati


aku rindu setengah mati kepadamu

sungguh ku ingin kau tahu

aku rindu



Lirik lagu D’Masiv feat. Kevin Aprilio – Rindu Setengah Mati (OST Kejora dan Bintang) ini dipersembahkan oleh LirikLaguIndonesia.Net. Kunjungi DownloadLaguIndonesia.Net untuk download MP3 D’Masiv feat. Kevin Aprilio – Rindu Setengah Mati (OST Kejora dan Bintang).

Senin, 18 Januari 2010

Sepenggal Curhat


Semuanya seperti lepas begitu saja. kebas tanpa rasa. Aku tidak mengeri di mana sekarang aku berada, tidak memahami dengan siapa aku ada. Sepertinya, aku sangat membutuhkanmu....

Sabtu, 02 Januari 2010

The Last Memories

Jangan kau hapus dulu diriku darimu. Izinkan aku melantunkan sebuah puisi tak berirama yang telah sekian lama kususun, untukmu. Kuciptakan disela mimpi-mimpiku. Aku dan segala kenangan tentangmu. Kusebut semua itu sebagai 'aku' dan 'kamu', karena kutahu takkan menjadi 'kita.'

Aku adalah dua helai sayap yang muncul
Dari kesadaran akan gelap dalam rumah kepompong mungilku
Setiap detik, kuhitung berapa lama lagi aku akan terbang
Kudera rasa sakitku untuk mencari celah kebebasan

Aku menari
Mencerna setiap radius yang telah kulewati
Kukecup setiap keindahan, agar aku bisa menjadi bagian darinya
Meski aku hanya seekor kupu-kupu
Dengan dua helai sayap yang muncul dari kesadaran akan gelap
Dalam rumah kepompong mungilku

Kau pernah dekat dalam ukuran jarak, pun lekat pada setiap gerak. Aku memujamu dan membiarkanmu menempati salah satu sudut terindahku. Kuizinkan hatiku menginginkanmu, juga tak kukekang otakku memikirkanmu. Mulutku bergumam untuk mendoakanmu meski kutahu kau semu.

Kupikir dulu, kita hanya akan sekedar bercerita tentang langit yang gelap sebagai pertanda pedih. Kuluapkan semua kepedihanku padamu, tanpa malu, tanpa peduli kau baik atau tidak. Seiring berjalannya usia detik demi detik, aku merasa ada sesuatu yang berbeda, lain dari biasanya. Aku merindukanmu, mendambamu, bermimpi tentangmu, dirimu mengimaji dalam pikiranku.

Kita berjalan meniti jalan aspal yang lurus, kemudian sampai juga saatnya bertemu derasnya aliran sungai dan liku jalan bersemak. Mungkin itu hanya bayanganku, hanya di pihakku, entah bagimu. Meski kadang kurasakan bahwa bebanmu lebih berat dari yang sekedar aku pikirkan. Mungkin juga kau terhimpit rasa bersalah, atau apapun sebutannya. Semuanya hanya mungkin karena aku tak mau lagi melihatmu. Aku sakit dengan rasaku. Sakit diantara banyak rasa untuk selalu sanggup mempertahankanmu berhari-hari dengan dihantui rasa bersalah yang semakin hari semakin dalam. Aku bersalah pada ku, mu, dia, mereka, dan Nya.

Aku pernah merasa kuat karenamu. Aku juga pernah begitu lemah sebab adamu. Aku sering tersenyum setelah mengangkat teleponmu, membaca smsmu, melihatmu di jalan, atau sekedar mengingatmu. Tapi aku juga tak jarang menangis mendengar kau memaksaku untuk tetap berdiri, aku tangisi pertemuan, aku tangisi kesempatan, aku tangisi semuanya yang kuingat tentangmu... kenangan. Kau pernah membuatku merasa berarti. Kau juga sempat membuatku berpikir bahwa aku adalah manusia paling tak berguna. Kau, memberikanku banyak kata untuk menciptakan episode-episode warta di dalam dunia karyaku. Kau, sempat meninabobokkan aku dalam setiap nada yang kau alunkan sebelum tidurku.
***

Kemarin, saat kudengar kabarmu, aku merasa seperti berputar-putar di sebuah labirin tua, sempit. Tak berbatas perdu atau semak yang cukup longgar, tapi aku terhimpit rumpun bambu liar yang membentuk alur buntu. Tak tahu ke mana harus kujejak. Semua buntu. Di saat seperti ini kupikir semua indraku tak berfungsi dengan baik. Tak cukup gaung jika aku berteriak, tak kan ada yang mendengarku. Kakiku pun sudah terlalu lemas untuk kuseret, pasrah. Jika memang Tuhan berkehendak helaan terakhir napasku adalah di tempat terkutuk ini, maka semoga esok hari ada yang menemukanku dan menguburku dengan layak. Pandangan ini sudah semakin kabur, tak ada cahaya, tak ada harapan meski hanya melihat bayangan tubuhku sendiri.

Tubuh ini tergoncang hebat ketika secercah cahaya menusuk retina mata. Ternyata labirin itu hanya mimpi. Tapi mengapa labirin? Mengapa buntu? Mengapa bambu liar? Berbagai tanda tanya agung membentuk stempel di otakku.
Kemesraan ini....
Janganlah cepat berlalu,
Hatiku damai,
Jiwaku tentram di sisimu*

Kini bukan lagi rasa sadarku yang berada di daerah ambang, tapi telingaku mendengar gumam lagu bertajuk kemesraan yang sempat kau dendangkan untukku. Aku baru saja tersadar dari mimpi tapi sepertinya harus kembali tersungkur ke alam bawah sadar itu lagi.
***

Kini, segunung harapan kuubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil agar aku mampu menatanya. Kubiarkan diri ini berproses dengan mengenangmu. Mimpi-mimpi yang pernah kita ciptakan, angan yang kita bicarakan sekarang telah tergilas kenyataan. Aku, barangkali takkan pernah membuatmu hilang dari sebagian memoriku. Bagaimana pun, kau pernah ada di hatiku.

Kuucapkan selamat berbahagia dengan waktu. Dengannya yang mendampingimu....