Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Sabtu, 29 Januari 2011

A MONOLOGUE

Rasa bersalahku semakin membuncah, di satu sisi aku menyayangimu, merasa bahwa kau adalah cinta pertama yang tak lekang oleh waktu. Berkali-kali aku coba menjalin hubungan dengan cinta yang baru, tapi namamu yang masih saja terpatri jelas. Namun, sayang ini seperti berbatas keadaan. Aku seperti hilang arah dan memiliki beban begitu berat ketika mengatakan “aku menyayangimu”. Meski perasaan tak bisa dibohongi, tapi beginilah keadaannya. Rasanya aku ingin pergi saja dari kehidupanmu.

Aku sudah bilang akan pergi darimu, berangsur-angsur kunikmati kesendirian dan keadaan tanpamu.

Aku terbiasa bersamamu saat itu. Banyak impian yang kita ciptakan bersama, membaca buku-buku yang sama, mendengar lagu-lagu yang sama, menyukai warna yang sama, dan menikmati kesempatan. Begitu banyak tentangmu, hingga aku tak tahu bagaimana cara menghapusnya satu persatu. Mungkin, jika kau tanyakan padaku seberapa banyak aku mengingatmu, aku jawab terlalu banyak hingga aku tak sadar bahwa aku pun sampai membandingkan orang lain denganmu.

Aku terbiasa menunggumu di sini, pada petang hari. Di kursi panjang berwarna cokelat. Masih dengan setumpuk kertas yang kudekap di dada, muka lusuh bekas aktivitas seharian, juga badan yang sudah remuk redam akibat begadang semalaman. Kau muncul dari balik gedung itu dengan gayamu yang biasa saja. Meski tanpa lambaian tangan namun senyummu sumringah. Kelegaan yang kudapat ketika aku yakin bahwa kau tersenyum padaku.

Tapi cinta bukan kesamaan, bukan pula senyum yang muncul saat pertemuan. Karena itu, akhirnya aku benar-benar pergi, maafkan aku. Aku tak cukup tangguh untuk mengikuti segala keinginanmu, aku ingin menjadi diriku sendiri.
-------------------------------------------------------------------------------------

Kau sama sekali hilang tak berkabar sekarang, meskipun aku tak mencemaskanmu tapi kuharap kau baik-baik juga. Terlebih lagi, semoga sudah kau temukan apa yang selama ini kau cari (aku juga tak tahu pasti apa yang ingin kau raih). Itu urusanmu, itu hak dan kewajiban untuk hidup yang dianugerahkan kepadamu. Setiap kita punya selera sendiri untuk menentukan kemana arah yang akan kita ikuti, dan memang dari dulu nampaknya kita berbeda. Tapi kupikir kita masih bisa untuk saling toleran dan menghormati bukan tanpa kabar seperti ini.

Tidak ada salahnya untuk memberi kabar, maka kusampaikan bahwa aku baik-baik saja. Sangat menikmati hidup, menikmati kebersamaan, menikmati kesendirian dan perenungan, juga menikmati pencarian. Kuharap kau juga. Tidak mau bertemu denganmu bukan berarti aku mengabaikanmu atau tak menghormatimu. Hanya saja, aku ingin kita baik-baik saja, kutahu jika pertemuan terjadi bukan tidak mungkin kita akan saling diam. Canggung untuk menentukan siapa dulu yang berhak bicara, padahal kita tidak sedang memperebutkan hak atau harus melaksanakan kewajiban, kita hanya butuh waktu senggang untuk berpikir. Dan aku: MENIKMATI KEBEBASAN.

3 komentar:

Rhomi Ardiansyah mengatakan...

hmmm...ini cerita pribadi atau hanya fiksi belaka???
kyaknya yang diceritain ma yang gw rasain sama...tapi ada sedikit berbeda,,,hmmmh...sendiri itu biasa ketika kita terbiasa dengan hal itu, tapi sendiri itu mengagetkan ketika kita terlalu biasa dengan kebersamaan...hmmh...

Turasih mengatakan...

Rhomi, hehe abstraksi rasa dan fakta. bisa dari siapa saja.. hehehe semangat ya Boy!

Rhomi Ardiansyah mengatakan...

siap bu....hehehe...akan tetap semangat kq....