Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Minggu, 04 April 2010

The Spectrum of Feeling PART III

Maharani, satu kata dari sebuah nama, tapi bagi dia mampu mengungkapkan segalanya. Delapan huruf dengan empat konsonan dan empat vokal. Baginya, meski sampai sekarang dia tak tahu penjabaran makna Maharani, tapi dia bangga, sangat berterimakasih dengan kakeknya yang memberikan dia tato hidup itu. Satu kata yang setiap kali diperdengarkan oleh mulut-mulut yang mengelu-elukan maupun menggunjingnya. Maharani, saja. Dia bangga, bukan dengan istilah Maharani-nya, tapi dengan cacah huruf yang terkandung dalam namanya, delapan, 8. Delapan, 8, adalah lekuk indah yang tegas dan maya ujungnya.Garis lengkung yang mantap dengan liku yang manis. Berlebihan mungkin, tapi itulah delapan, 8. Delapannya Maharani. Lekuknya tidak dipunyai oleh 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, dan 0. Maharani artinya kaisar perempuan atau ratu.


Dua puluh bilangan tahun, dia merasa menjejaki masa-masa melalui apa pun yang dia perbuat. Dia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan, tentu saja ketika dia mampu menanggung konsekuensinya. Karena hidup adalah konsekuensi. Baginya, kehidupan itu adalah pencarian. Dia selalu mencari, apalagi kebebasan. Maharani tidak suka istilah "biarkan hidup mengalir seperti air", dalam pandangannya kalimat itu terlalu pasrah. Hidup perlu dilawan, segala sesuatu tidak bisa mengalir begitu saja, semuanya harus dikondisikan. Untuk apa manusia diberi kelebihan akal untuk mewujudkan peradaban jika perjalanan hidup tak lebih dari "kerbau yang dicocok hidungnya"? Satu hal pencapaian paling tinggi yang dia inginkan dalam hidupnya adalah membuat pikirannya merdeka. Menjadi manusia yang merdeka, perempuan yang mumpuni, dan menjadi pribadi yang tidak tertindas. Jalannya satu, dia harus dan perlu cerdas.

Adakah jalan lain untuk menjadi pribadi yang merdeka? karena beberapa waktu terakhir banyak tetek bengek yang terlalu munafik jika dia mau mengelak. Dan lagi, rasa-rasa pikirannya terbelenggu untuk bisa bebas. Berlahan kebebasan itu semakin meredup seiring dengan ego yang berusaha dia pertahankan. Kecemburuan, itulah satu hal yang meracuninya. meracuni positifnya. meracuni jalan pikirannya. Katanya bisa memaafkan adalah kebesaran hati yang luar biasa. Tapi baginya memaafkan adalah mengoyak hati. Ya, dia salah dengan pandangannya, tapi entah mengapa emosinya menuntun pada ketidakikhlasan.

"Kita jalani saja, toh kita tidak pernah tahu siapa yang akan menjadi pendamping kita" kata laki-laki itu.
"aku tidak bisa seperti kamu, membagi hati" Maharani memaki pedas.
"Aku juga tidak menginginkannya" laki-laki itu tak bernada.
"Tapi kamu menikmatinya."
"Terserah kamu."
"Aku mundur" Maharani berteriak.
"Kamu tidak akan bisa!" laki-laki itu menjagal dan menahannya pergi.

Gontai langkah Maharani saat dia harus kembali pada kebebasannya. baginya, lima tahun perjalanan takkan semudah membalik telapak tangan apalagi bertepuk. Apa yang bisa kita berikan pada orang yang suatu saat menjadi pendamping kita jika telah terbiasa belajar membagi hati? Kebohongan apa yang akan kita tutupi dan dengan cara bagaimana?
"Aku mundur."
"Kamu tidak akan bisa" laki-laki itu menahan Maharani pergi.

Tidak ada komentar: