Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Senin, 29 Maret 2010

Manusia dan Tuntutan Peradaban

Mungkin kita masih ingat akan sebuah tagline iklan layanan masyarakat ‘hemat energi selamatkan dunia’. Tidak hanya iklan tersebut saja yang mengajak kita untuk bertindak bijaksana, berbagai kampanye baik lisan maupun tulisan, langsung dan tidak langsung dilakukan melalui berbagai media. Tujuannya sama yaitu menyelamatkan dunia dari kondisi yang tidak diinginkan. Pada dasarnya bagi saya, bukan dunia yang diselamatkan tetapi kesejahteraan manusia lah yang ingin dipertahankan. Dunia (baca: bumi) dengan berbagai kompleksitas permasalahannya tidak pernah lepas dari perbuatan manusia. Sejak dulu, bumi masih menjadi planet ketiga, berbentuk bulat, sebagian besar terdiri atas perairan, dan tentu saja dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup termasuk manusia.

Manusia dengan berbagai kelebihannya, terutama karunia akal yang pada akhirnya mengantarkannya untuk membentuk peradaban dari waktu ke waktu memeliki andil besar dalam upaya pemanfaatan sumber daya yang terdapat di bumi. Pemanfaatn tersebut tidak terlepas dari upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai kesejahteraan. Seiring dengan pertambahan umur bumi dimana space untuk manusia tinggal semakin sempit akibat laju pertumbuhan penduduk yang kian meningkat, carying capacity pun semakin berkurang. Akibatnya muncul berbagai permasalahan dan konflik dalam pemanfaatan sumberdaya.

Isu global warming bagi saya menuntut manusia untuk menciptakan sebuah peradaban baru melalui upaya repositioning tugas-tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Saya menyebutnya ‘peradaban bijak yang dituntut’. Mengapa demikian? Perilaku bijak manusia untuk menjaga dan melestarikan bumi merupakan sebuah tuntutan kondisi yang mau tidak mau harus diupayakan. Tentu saja, jika manusia ingin terus melanjutkan peradaban sampai keturunan cucu buyut dan keturunannya lagi.

Salah satu perilaku untuk menjaga sumberdaya yang ada di bumi ini adalah perilaku berhemat. Menggunakan sesuatu sesuai porsinya dan tidak berlebihan. Misalnya dalam penggunaan air, ada sebuah refleksi yang mungkin patut untuk kita adopsi. ketika kita mandi, apakah sempat terpikir berapa volume air yang kita habiskan untuk membersihkan badan kita? Kemana air sisa yang kita gunakan untuk mandi? Sempatkah terpikir dalam pikiran untuk menampung dan menggunakan sisa air tersebut untuk keperluan lain? Jika jawabannya ‘iya’ maka saya ucapkan selamat, jika tidak maka mari kita mulai berpikir dan bertindak untuk melakukannya.

Ketika kita mandi, banyak air yang kita habiskan dan mengalir begitu saja. Pun dalam aktivitas yang lain seperti buang hajat, maka akan ada banyak air yang dibutuhkan dan dihabiskan. Sebuah contoh dari perilaku seseorang yang bagi saya patut ditiru yaitu memanfaatkan air sisa mandi. Ketika kita mandi, cobalah untuk menaruh beberapa ember di sekitar kaki kita dan biarkan air yang digunakan sebanyak mungkin bisa tertampung di ember tersebut. Tentu saja arahkan guyuran air setepat mungkin bisa jatuh di ember tadi. Tujuannya satu, yaitu untuk memanfaatkan sisa air tersebut untuk keperluan lain seperti menyiram sisa hajat kita. Sederhana, tapi yakinlah dari hal tersebut telah ada suatu tindakan berhemat dan dapat menurunkan tingkat konsumsi air bersih. Jika anda yang membaca tulisan ini terprovokasi untuk melakukannya, maka provokasilah yang lain juga!

Air meskipun disebut sebagai renewable natural resources, tetapi faktanya sekarang banyak tempat di belahan dunia ini yang kekurangan air sehingga kekeringan. Ada pula tempat yang kelimpahan air sehingga banjir. Oleh karena itu, upaya berhemat dalam penggunaan air perlu dilakukan dan dilestarikan. Tidakkah mengingat firman Allah SWT bahwa sesungguhnya Dia tidak menyukai hamba-hamba yang berlebihan, dan sesungguhnya pemborosan itu adalah perilaku setan? Maka marilah kita bangun sebuah peradaban yang bijak, yang mencermikan ke-berakal-an manusia. Caring now, for better tomorrow!

Tidak ada komentar: