Be an Ordinary Person with Extraordinary Personality

Minggu, 04 Oktober 2009

SATU

Kuketuk hatimu dengan iringan ucapan salam yang akhirnya mampu menyapamu dalam kebimbanganmu. Kujabat tanganmu dengan sebuah tundukan untuk menghormatimu. Kemudian kau persilakanku duduk dengan seulas senyuman yang menyisakan kehangatan di hatiku. Kemudian kita bercerita, tentang setiap waktu yang telah terajut menjadi rajutan jam, sulaman hari, hingga akhirnya terbentuk syal cantik yang kusebut tahun.

Kujadikan kau satu. Satu saja untukku. Demikian, walau aku tak pernah menunggalkanmu. Karena tunggal bagiku hanya milik tuhan. Gelap peduliku. Biarlah kau menjadi ada sebelum masa binasanya. Apapun dan siapapun. Aku tak peduli kau bertuhan tapi atheis atau atheis yang bertuhan. Yang kuingin, kau satu. Satu saja untukku.

Kata bisa satu, tapi laku tak mampu. Entah takdir. Entah pula nasib, atau juga hanya perkara waktu. Yang jelas, bagiku, saat ini kita bukan sekedar seonggok cerita usang. Apalagi kau, kau nyata, bukan dongeng atau legenda. Kita pernah menjadi seikat dalam simpul temali yang tak mati. Kita pernah berada dalam sebuah jalinan yang kita sebut entah. Saling melepaskan, membebaskan.

Jika ini adalah takdir, bolehkah aku meminta Tuhan merubahnya? Jika ini adalah nasib, bolehkah aku memperjuangkannya? Jika ini sekedar perkara waktu, apakah cederanya pada hitungan yang berbilang 8.553.600 detik itu?

Aku merindumu pada sisi ketidakrelaan, maka aku tak acuhkannya. Aku pun merasa mencintaimu pada sisi kebencian, maka aku pun membantahnya. Barangkali memang benar, jalinan ini tepat disebut entah. Kau, meski sekarang tak kujadikan satu lagi, tapi kau pernah satu bagiku. Sekarang, kau bukan lagi satu untukku. Kau adalah kau dengan dirimu, kelebihan dan kekuranganmu akan senantiasa membuat kau istimewa.

Tidak ada komentar: